Hidayatullah.com– Sekretaris Komisi Pengkajian dan Penelitian Majelis Ulama Indonesia (MUI), Rida HR Salamah, mengungkapkan, dalam setiap proses pengkajian dan penelitian, pihaknya tidak bergeser dari standard operating procedure (SOP) yang sudah ditetapkan MUI.
SOP itu ditetapkan sejak tahun 2005 dan ditetapkan kembali pada Rakernas tahun 2015 yang kemudian disosialisasikan ke seluruh Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI se-Indonesia.
“Tentu saja ini proses yang kita perlakukan adil, setiap kelompok yang diteliti diperlakukan sebagaimana memberlakukan SOP tersebut,” ujar Rida kepada hidayatullah.com Jakarta, Senin (03/07/2017).
Termasuk, kata dia, terhadap organisasi Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang saat ini sedang dalam pengkajian.
Rida menyampaikan, SOP yang baku yang telah ditetapkan MUI tersebut membuat siapapun penelitinya akan terjaga dari subjektivitas, kelalaian secara profesional, dan menjaga dari intervensi pihak manapun.
Oleh karena itu, ia meminta, agar semua pihak baik yang mendukung HTI maupun yang kontra, untuk tetap secara proporsional memposisikan dirinya sesuai kewenangan masing-masing dan tidak melakukan provokasi atau menggalang opini.
“Izinkan MUI bekerja sesuai SOP yang sudah ditetapkan, yang bertujuan untuk melindungi umat,” pintanya.
Rida menegaskan, para peneliti tentu dalam menganalisa data tidak akan terpengaruh ke kanan atau ke kiri. Karena akan memilah mana opini mana fakta, data yang primer maupun sekunder, serta mendalami pemaknaan sesungguhnya, termasuk berhati-hati dalam interpretasi makna.
Rida menjamin, peneliti akan menjaga dan tidak akan mengorbankan kredibilitas, integritas, apalagi profesionalitasnya.
“Ini bukan pertama kalinya MUI khususnya Komisi Pengkajian dan Penelitian bekerja. Jangan ditarik pada opini ke kanan maupun ke kiri, bahkan dengan yang tidak santun (menuding MUI),” tandasnya.
Saat ini, disampaikan, progres penelitian sudah di Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI, telah mencapai 90 persen.
Nantinya hasil tersebut masih akan didiskusikan dengan hasil pengkajian dari 2 komisi lainnya, yakni Komisi Fatwa dan Komisi Luar Negeri. Kemudian akan dibawa ke pleno pimpinan MUI untuk dirumuskan hasil akhirnya.*