Hidayatullah.com– Ketua Majelis Dakwah Pengurus Pusat (PP) Al-Irsyad Al-Islamiyyah, Fauzi Bahreisy, menyampaikan, zakat profesi belakangan ini hangat diperdebatkan, soal apakah ada landasan hukumnya dalam Islam atau tidak ada.
Hal itu, terangnya, mendorong Majelis Dakwah PP Al-Irsyad Al-Islamiyyah bersama Pengurus Besar Pemuda dan Wanita Al-Irsyad menggelar Seminar Zakat Profesi di Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq, Cawang, Jakarta pada Ahad (04/03/2018).
Fauzi menyampaikan, zakat memiliki fungsi yang strategis dalam membangun ekonomi umat. Selama zakat tersebut ditunaikan dan dikelola sesuai dengan kaidah syariah, zakat akan menyucikan, membersihkan, dan menumbuhkan cinta kasih serta persudaraan di antara umat Islam.
Hanya saja, sambung Fauzi, terkait zakat profesi merupakan satu jenis zakat yang posisi hukumnya masih diperdebatkan.
Namun, menurutnya, jika melihat kepada sejumlah dalil, kedudukan zakat profesi cukup kuat. Di samping itu, dalam penerapan zakat profesi ada banyak aspek dan syarat yang harus diperhatikan. Misalnya berapa akad dan nisabnya, cara penyalurannya dan kapan zakat profesi ditunaikan.
“Ini merupakan hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan zakat profesi, dalam hal ini Al-Irsyad Al-Islamiyyah mengambil mazhab yang secara dalil cukup, Al-Irsyad juga menghormati pandangan yang berbeda. Teknis (zakat profesi) selanjutnya akan dibicarakan dalam forum kajian ilmiah,” ujarnya dalam keterangan tertulis kepada hidayatullah.com.
Sementara itu, salah seorang pembicara seminar yang juga mantan Ketua Umum BAZNAS Prof Didin Hafidhuddin menjelaskan, zakat profesi dapat menjadi suatu kekuatan ekonomi umat yang besar dan menjadi salah satu jalan keluar dari permasalahan ekonomi umat.
Didin mengatakan, zakat profesi memiliki landasan hukum yang jelas, yaitu qiyas.
Menurutnya, landasan hukumnya sama dengan landasan hukum zakat fitrah dengan beras. Dimana dalam zakat fitrah, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mewajibkan kepada setiap Muslim berzakat satu sho’ beras atau satu sho’ gandum.
“Dari Hadits tersebut menjadi dasar pengqiyasan kewajiban beras kepada kaum Muslimin Indonesia yaitu persamaan makanan pokok,” paparnya.
Didin juga mencontohkan bagaimana zakat profesi bisa dijadikan sebagai sumber kekuatan umat. Ia menyebut salah satu perusahaan BUMN yang tadinya tidak mewajibkan zakat profesi kepada karyawannya, sebelumnya hanya terkumpul zakat sebesar Rp 164 juta.
“Tetapi setelah diwajibkan zakat profesi, zakat yang terkumpul mencapai Rp 6,4 miliar,” pungkasnya.*