Hidayatullah.com– Pengurus Pusat Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (PP KAMMI) menilai Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) berpotensi menyuburkan penyimpangan seksual (LGBTQ) dan perzinaan.
Kammi menilai, konsep sistem hukum yang dimuat dalam RUU P-KS meniadakan konsep “kausa halal” karena unsur “paksaan” menjadi variabel utama dalam mendefinisikan telah terjadinya perbuatan kriminal pada kesusilaan.
“RUU P-KS pada keseluruhannya akan mengacaukan penafsiran hukum atas perbuatan yang halal dan tidak halal menurut hukum. Dalam hal pelacuran dengan paksaan maka tidak diperbolehkan, dalam hal pelacuran tidak paksaan maka diperbolehkan,” ujar Ketua Umum PP KAMMI Irfan Ahmad Fauzi di Jakarta dalam siaran persnya diterima hidayatullah.com, Selasa (27/08/2019).
Baca: KAMMI Tolak RUU P-KS, Desak DPR Tiadakan Pembahasannya
Kammi berpandangan, RUU P-KS merumuskan bahwa “saksi adalah orang yang mendengar dari korban”, bukan hanya yang melihat, mendengar, dan menyaksikan sendiri suatu peristiwa hukum.
“Hal ini menyalahi logika hukum yang menghendaki adanya validitas fakta hukum,” jelas Irfan.
Kammi menilai, RUU P-KS bertolak belakang dengan jangkauan penegakan hukumnya yang begitu luas pada aspek pencegahan, pemidanaan, peradilan, dan pemulihan. “RUU P-KS sengaja menyempitkan materi pengaturan pada kekerasan seksual,” imbuhnya.
Sehingga, lanjutnya, sistem hukum yang terkait pelanggaran dan/atau perbuatan kriminal pada nilai kesusilaan hanya akan menyempit pada perspektif kekerasan seksual.
“PP KAMMI menyatakan penolakan pengesahan RUU P-KS karena sarat dengan nilai liberalisme yang mengabaikan Pancasila, ketahanan keluarga, agama dan moralitas bangsa Indonesia,” ujarnya.
Selain menolak RUU P-KS, Kammi juga mendesak Panitia Kerja (Panja) RUU P-KS di Komisi VIII DPR RI untuk meniadakan pembahasan RUU P-KS.
“RUU P-KS dengan sengaja mengabaikan falsafah Pancasila dan UUD N RI 1945 seraya mengambil falsafah feminisme,” ujarnya.
Di samping itu, menurut Kammi, RUU P-KS memuat banyak kata ambigu yang berbahaya dalam penafsiran hukumnya. Kammi mencontohkan sedikitnya ada 21 kata-kata dinilai ambigu yang berbahaya itu. Seperti, Perbuatan lainnya, Hasrat seksual, Relasi kuasa, Relasi gender, Relasi, Gender, Korporasi, Saksi, Kepentingan terbaik, Lingkungan bebas kekerasan seksual, dan sebagainya.
“Menimbang banyaknya kata-kata ambigu di atas, naskah RUU P-KS tidak layak untuk diterapkan sebagai naskah hukum yang seharusnya lugas dan tidak multitafsir,” terang Irfan.
Kammi juga menilai bahwa RUU P-KS mengabaikan ketahanan keluarga.*