Hidayatullah.com– Sebanyak 90 persen lahan persen kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dibakar atau sengaja dibakar. Fakta ini diungkap Anggota Komisi IV DPR, Andi Akmal Pasluddin berdasarkan informasi yang ia dapat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Oleh karena itu, fakta yang diungkap DPR tersebut menuntut tindakan tegas dari aparat penegak hukum. Walaupun di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) punya aparat penegakan hukum bagi pelanggar atau perusak lingkungan hidup, namun harus dibantu oleh pihak kepolisian.
“Intinya perusahaan apapun yang melanggar atau merusak lingkungan hidup, harus ditindak tegas dan dibawa ke meja hijau. Hal itu semata untuk memberikan efek jera bagi si pelanggar,” ungkap Akmal di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/09/2019).
Ia menilai, karhutla yang terjadi di wilayah Kalimantan dan Riau merupakan indikasi pemerintah gagal melakukan restorasi lahan gambut. Sehingga, tidak berlebihan jika DPR mempertanyakan kinerja Badan Restorasi Gambut (BRG).
“Bukannya bermanfaat, malah menjadi bencana. Kalau begitu ya buat apa lembaga itu,” sebutnya.
Disebutkan, dalam 3 tahun belakangan, Komisi IV DPR RI telah menyetujui sejumlah anggaran bagi BRG, akan tetapi target restorasi gambut sebanyak dua juta hektare tak tercapai.
BRG diharapkan dapat merestorasi seluruh lahan gambut, mengingat lahan gambut rentan terhadap kebakaran.
Menurut Akmal, dalam beberapa rapat di Komisi IV, BRG yang notabene merupakan mitra kerja Komisi IV sempat diungkapkan alasannya. “Tak lain adalah masa internal, seperti urusan kepegawaian yang belum selesai, dan anggaran yang masih menempel di Kementerian LHK,” sebutnya kutip INI-Net.
Sementara sebelumnya, Presiden Joko Widodo menekankan upaya pencegahan dalam mengatasi permasalahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang masih muncul hingga saat ini.
Hal itu disampaikan presiden melalui Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto dalam konferensi pers usai Rapat Terbatas (Ratas) dengan topik Penanganan Karhutla di Pekanbaru, Riau, Senin (16/09/2019).
“Mencegah lebih baik daripada memadamkan. Itu intinya,” sebutnya.
Wiranto menyebut, permasalahan karhutla ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah mulai tingkat kepala desa, camat, bupati/walikota hingga gubernur. Wiranto menekankan bahwa pemerintah pusat berlaku sebagai koordinator, oleh karena itu pemerintah daerah diharapkan untuk bisa mandiri dalam menghadapi permasalahan yang sama setiap tahunnya.
“Ini tanggung jawab daerah. Jangan terus bergantung pada pusat. Harus betul-betul tahu masalah ini dan tahu harus berbuat apa,” tegas Wiranto dalam siaran pers BNPB.*