Hidayatullah.com– Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengajak warga masyarakat khususnya para penambang ilegal agar meninggalkan aktivitas penambangan ilegal karena berbahaya.
Sebagai solusi, BNPB mengajak mereka untuk beralih menjadi “penambang emas hijau”. Yang dimaksud adalah melakukan cocok tanam.
“Mari ciptakan emas dari tumbuh-tumbuhan,” ujar Kepala BNPB Doni Monardo pada suatu kesempatan di hadapan pejabat daerah, pemuka adat, pemuka agama di lingkungan Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara, dalam keterangan tertulis resmi BNPB, Jumat (29/11/2019).
Menurut Doni, dengan menanam pohon, selain dapat menghasilkan nilai ekonomi bagi masyarakat, juga dapat menjaga lingkungan yang berdampak bagi anak cucu di masa mendatang.
“Pohon alpukat, sukun, masoya, kemenyan, dan kayu manis hanya memerlukan waktu beberapa tahun untuk dapat dipanen dan dijual ke daerah lain hingga diekspor ke negara tetangga dan juga lingkungan akan lebih terjaga dibandingkan menambang emas ilegal menggunakan merkuri,” ujarnya.
Doni pun mengilustrasikan pemanfaatan emas hijau di zaman penjajahan Belanda. Melalui pemanfaatan hasil alam, VOC sebagai perusahaan Belanda mampu memiliki kekayaan USD 7,9 triliun dan menempatkan dalam catatan historis sebagai perusahaan terkaya di dunia.
Kamis (28/11/2019) kemarin, Doni juga mengajak warga Huta Bargot Nauli dan Huta Bargot Julu untuk menambang emas hijau, seperti alpukat dan kemenyan.
Doni meminta warga setempat untuk melihat kembali dampak negatif penambangan emas, baik terhadap lingkungan dan kesehatan warga setempat.
Dialog antara Doni bersama Bupati Madina Dahlan Hasan Nasution serta aparat pemerintah desa, kecamatan dan warga Desa Huta Bargot berlangsung di Desa Huta Bargot Nauli. Tujuannya untuk mendengar keprihatinan warga dan menyikapi penambangan emas yang tidak ramah lingkungan, seperti penggunaan merkuri.
Di depan warga Huta Bargot, Doni mengatakan, banyak pilihan untuk menopang kehidupan warga. Ia pun menggagas program emas hijau yang dapat dilakukan oleh warga setempar, khususnya mereka penambang emas yang masih menggunakan merkuri.
Doni mengaku, sejak berada di Madina, ia melihat pohon tumbuh sangat baik yang artinya tanah di sini subur.
“Kami menawarkan kepada pemda dan masyarakat untuk mengganti mata pencaharian dari menambang emas menjadi emas hijau berupa bercocok tanam dengan menanam pohon-pohon yang menghasilkan nilai jual tinggi,” ujarnya.
Sementara itu, penambangan dengan merkuri telah berdampak pada kesehatan warga setempat. Dinas Kesehatan Madina mencatat 7 kasus anak meninggal dunia akibat terpapar merkuri. Kasus ini teridentifikasi sejak 2013 lalu, sedangkan penambangan emas warga marak 9 tahun lalu.
Penambangan ilegal di Huta Bargot Nauli sudah berlangsung sejak tahun 2009 hingga saat ini. Menurut Kepala Desa Huta Bargot Nauli, Ahmad Rohan, sejak adanya penambangan emas di daerah itu, warga menjadi lebih sejahtera.
“Kami bisa menyekolahkan anak dan dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, namun kami juga menyadari bahwa penambangan ilegal tersebut membahayakan bagi kami,” ungkapnya.
Menurut warga lain, Sutan, penghasilan dari menambang emas lebih besar dibandingkan bertanam karet. Sutan mengaku belum memahami dampak bahan kimia berbahaya yang digunakan untuk pengolahan emas. Hal senada pun dilontarkan Alimusha, walaupun dia memakai sarung dan masker saat bekerja menggunakan bahan merkuri.
Bupati Madina menyampaikan, pemda setempat berharap mendapatkan solusi terkait penambangan emas ilegal di wilayahnya itu.
“Dampak dari penambangan ilegal menggunakan merkuri sangat buruk bagi masyarakat, beberapa bayi lahir tidak sempurna diduga akibat orangtuanya terpapar merkuri saat menambang emas, oleh karena itu kami meminta pemerintah pusat ikut membantu mencari solusi,” ungkapnya.
Dalam satu kesempatan setelah berkunjung di Desa Huta Bargot, Bupati Madina menghadirkan dua keluarga bayi yang lahir cacat kemudian meninggal dimana BNPB memberikan bantuan uang kepada keluarga itu. Mereka menyampaikan ucapan terima kasih atas perhatian BNPB serta akan memanfaatkan bantuan untuk modal usaha dan meninggalkan usaha penambangan emas.
Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Undang-Undang Nomor 11 tahun 2017 Tentang pengesahan Minamata Convention on Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri).
Undang-undang ini dijadikan sebagai dasar hukum pengelolaan merkuri dan senyawa merkuri di wilayah NKRI, dan mengurangi atau mencegah gangguan kesehatan akibat pajanan atau paparan merkuri serta mengurangi beban dan kerugian negara dari kerusakan dan pencemaran lingkungan.
Selain bahaya penggunaan merkuri, lokasi dalam penambangan emas berada di daerah yang rawan bahaya gempa bumi dan longsor. Dilihat dengan cepat menggunakan aplikasi InaRisk, lokasi penambangan berada di daerah gempa dan longsor dengan kategori risiko tinggi. Dengan penambangan dan pengelolaan tanpa melihat dampak lingkungan, potensi bahaya akan meningkat, seperti banjir dan longsor di saat musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Sebelum bertolak menuju Madina kemarin, Kepala BNPB dan rombongan melihat penambangan emas dan perak Martabe di Tapanuli Selatan, sebuah kabupaten yang berbatasan dengan Madina.*