Hidayatullah.com– Pengadilan Negeri (PN) Kota Bandung kembali menyidangkan kasus penistaan ajaran agama Islam yang dilakukan oleh terdakwa Ir Darmawan, Kamis (05/11/2020). Dalam siang kedua ini Jaksa Penuntut Umum (JPU) Martahan Napitupulu SH menghadirkan saksi ahli yakni Guru Besar Linguistik Forensik dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Prof. Dr. Andika Dutha Bachari, S.Pd, M.Hum.
Hakim Ketua Irawan SH yang memimpin jalan sidang bertanya tentang unsur bahasa atau perkataan apa yang dilakukan terdakwa sehingga dianggap menista ajaran agama dalam hal ini agama Islam.
Menjawab itu, Prof. Andika menjelaskan, dari 15 video yang sudah disaksikan hampir semuanya mengandung unsur penistaan ajaran Islam. Ia mencontohkan beberapa video yang berisi labelisasi negatif yang ditujukan kepada Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
“Misalnya terdakwa mengatakan dalam videonya bahwa Islam yang dibawa Muhammad sebagai agama jahat dengan membolehkan penganutnya memenggal orang kafir,” jelasnya.
Dari segi bahasa, sambungnya, seolah-olah setiap orang kafir yang ditemui orang Islam harus dipenggal. Padahal dalam praktiknya tidak semudah yang diucapkan terdakwa melainkan harus memenuhi syarat sesuai syariat Islam.
Baca: Sebelum Tertangkap, Apollinaris Darmawan Unggah Youtube “Buang Islam dari Indonesia”
Dalam beberapa konten videonya, menurut Prof. Andika juga terdapat unsur menista, pelecehan, dan merendahkan martabat Rasulullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam. Padahal, sambungnya, bagi Muslim, Rusulullah adalah pribadai yang agung dan mulia.
“Bahkan ketika mendengar nama beliau disebutkan kita sebagai Muslim sangat disunnahkan untuk mengucapkan Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai bentuk memuliakan dan mencintainya,” tegasnya.
Sementara itu, menjawab pertanyaan JPU terkait unsur bahasa yang mana yang dilakukan terdakwa yang menyinggung dan penistaan agama Islam, Prof. Andika menjelaskan, semua konten video yang dibuat dan disebarkan terdakwa sangat jelas tendensius dan provokatif yang menimbulkan kebencian serta permusuhan antar umat beragama.
“Kebetulan terdakwa bukan beragama Islam namun berbicara tentang ajaran Islam sehingga menurut saya ada beberapa unsur kebahasaan yang salah. Pertama menyinggung umat Islam. Kedua menafsirkan ajaran Islam padahal ia sendiri bukan orang Islam dan yang ketika menyebarkan konten negatif kepada masyarakat umum tanpa hak,” paparnya.
Ia menegaskan bahwa yang dilakukan terdakwa sangat gamblang dan jelas serta terang benderang telah melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU 19/2016) dimana menyatakan: Pasal 28 ayat (2) UU ITE berbunyi, “Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”
“Juga melanggar Pasal 156a KUHP ini sesungguhnya bersumber dari Pasal 4 UU No. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan dan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama (UU No. 1/PNPS/1965) yang berbunyi: ”Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia,” imbuhnya.
Sementara perbuatan jahat yang dilakukan terdakwa, menurut Prof. Andika, jelas terbukti dengan sengaja menyebarkan dan mendistribusikan informasi yang menimbulkan rasa kebencian tersebut kepada orang lain.
Sidang yang terbuka untuk umum ini mendapat perhatian dari pengunjung. Namun seperti pada persidangan sebelumnya, terdakwa Ir Darmawan tidak bisa dihadirkan di persidangan dan sidang dilakukan dengan video conference dari Rutan Kebonwaru tempat terdakwa ditahan.
Rencananya sidang akan kembali digelar pada Selasa depan (10/11/2020) dengan agenda mendengarkan saksi ahli agama yang akan dihadirkan JPU.* (Iman)