Hidayatullah.com — Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) menggelar sidang eksepsi terhadap terdakwa Habib Rizieq Shihab (HRS) dalam perkara kerumunan di Petamburan, Jakarta Barat. Mantan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) itu dijerat berbagai pasal oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Dalam eksepsi (nota keberatan)-nya, HRS menanyakan kerumunan di Petamburan dengan sejumlah massa di berbagai tempat yang juga pernah terjadi.
“Ada ribuan kerumunan dengan ribuan pelanggaran Protokol Kesehatan (Prokes) di Tanah Air sejak awal pandemi hingga kini, bahkan banyak dilakukan oleh tokoh nasional, mulai dari artis hingga pejabat, tidak terkecuali Menteri dan Presiden,” tulis eksepsi Habib Rizieq seperti yang diterima hidayatullah.com dari salah satu kuasa hukum HRS, Aziz Yanuar, Jumat (26/03/2021).
“Akan tetapi Kepolisian dan Kejaksaan hanya fokus dan serius pada kerumunan Maulid Nabi Muhammad SAW di Petamburan yang justru kami (FPI, red) gelar dengan mengikuti prokes dan dihadiri serta dijaga oleh TNI dan Polri, bahkan Satgas Covid-19 DKI Jakarta ikut menyumbang dan membagikan ribuan masker,” lanjut bunyi nota keberatan itu.
Dalam eksepsi itu HRS dan tim kuasa hukumnya mencatat paling tidak ditemukan 5 kasus kerumunan yang tidak mendapat sanksi dan tindak lanjut dari polisi dan kejaksaan.
“Anak dan menantu Jokowi saat pilkada 2020 di Solo dan Medan telah melakukan belasan kali pelanggaran prokes, tapi tidak diproses hukum oleh kepolisian maupun kejaksaan. Apa karena mereka keluarga presiden sehingga mereka kebal hukum,” tulisnya seraya mempertanyakan.
Selanjutnya, kata HRS, saat sahabat Jokowi yaitu Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) eks narapidana penista al-Qur’an bersama artis Raffi Ahmad menggelar kerumunan usai menghadiri pesta mewah ulang tahun pengusaha dan pembalap, Sean Gelael pada tanggal 13 Januari 2021.
Kemudian pada tanggal 23 Februari 2021, Presiden Jokowi menggelar kerumunan ribuan massa tanpa prokes, bahkan melempar bingkisan yang sudah direncanakan dan disiapkan sebelumnya, di Maumere, Nusa Tenggara Timur.
“Masyarakat yang melapor ditolak, serta tanpa punya rasa malu Mabes Polri langsung menyatakan tidak ada pelanggaran prokes. Kenapa?! Apa karena pelakunya adalah seorang presiden, sehingga boleh suka-suka langgar hukum secara terang-terangan yang disaksikan jutaan rakyat melalui media?” tulis eksepsi HRS tersebut.
Termasuk kejadian paling anyar adalah Kongres Luar Biasa Partai Demokrat di Medan Sumatera Utara. Aparat penegak hukum seperti tak sudi dan tak berdaya untuk membubarkan acara yang secara terang-terangan melanggar protokol kesehatan, bunyi keterangan nota keberatan tersebut.
HRS lantas mempertanyakan kenapa Kepolisian dan Kejaksaan begitu sigap penuh semangat melakukan “kriminalisasi” Maulid Nabi? Padahal kata HRS pihaknya saat itu tak menduga akan terjadi penumpukan peserta peringatan Maulid karena tingginya antusias umat dan spontanitas kerinduan mereka, sehingga tanpa sengaja terjadi pelanggaran prokes.
“Saya bersama Panitia Maulid mengaku salah dan memohon maaf secara terbuka kepada segenap masyarakat, serta membayar denda sebesar Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), sekaligus membatalkan semua rencana kunjungan silaturrahim ke daerah di seluruh Indonesia yang berpotensi terjadi kerumunan sampai pandemi berakhir,” jelasnya.
“Kenapa Kepolisian dan Kejaksaan menutup mata dan membiarkan berbagai kerumunan yang dengan sengaja melanggar prokes, tanpa merasa bersalah apalagi meminta maaf, bahkan dilakukan secara berulang kali ?!?!?!. Sudah menjadi rahasia umum yang disaksikan dan diketahui semua lapisan masyarakat bahwa aneka kerumunan dan pelanggaran prokes yang dilakukan secara demonstratif oleh orang-orang dekat Jokowi dibiarkan oleh aparat bahkan dibenarkan,” tegasnya.
Dengan begitu, Habib Rizieq melihat Kepolisian dan Kejaksaan telah melakukan permufakatan jahat karena menyamakan undangan acara Maulid Nabi dengan hasutan melakukan kejahatan. Menurutnya hal tersebut bentuk dari logika sesat.
“Di sinilah Kepolisian dan Kejaksaan telah melakukan mufakat jahat dalam menyamakan undangan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan hasutan melakukan kejahatan. Logika berpikir Kepolisian dan Kejaksaan yang menyamakan undangan Maulid Nabi Muhammad SAW dengan hasutan melakukan kejahatan adalah logika sesat dan menyesatkan,” ucap Rizieq.
“Saya dan panitia Maulid mengundang umat datang untuk memuliakan Nabi Muhammad SAW dan menjadikannya sebagai suri tauladan, bukan untuk menghasut umat melakukan kejahatan. Jika undangan Maulid difitnah oleh Kepolisian dan Kejaksaan sebagai hasutan kejahatan berkerumun, maka saya khawatir ke depan adzan panggilan shalat ke masjid dan undangan kebaktian di gereja serta imbauan ibadah di pura dan klenteng juga akan difitnah sebagai hasutan kejahatan berkerumun, sehingga ini akan menjadi kriminalisasi agama,” ungkapnya.
Terakhir HRS mengajak pihak Kepolisian dan Kejaksaan agar mau bertobat. Dia mengatakan bahwa hasutan kejahatan dalam kasusnya merupakan fitnah.
“Demi Allah saya bersumpah bahwasanya hanya manusia tidak beragama atau anti agama yang memfitnah undangan ibadah sebagai hasutan kejahatan. Karenanya, melalui sidang ini saya serukan kepada Kepolisian dan Kejaksaan; segeralah tobat kepada Allah SWT sebelum kalian kena adzab Allah SWT,” sebutnya.*