Hidayatullah.com– Ketua MUI Pusat, KH Muhammad Cholil Nafis membagikan pengalamannya, saat menjadi saksi atas terdakwa kasus dugaan penistaan agama M Kece di Pengadilan Negeri (PN) Ciamis, Jawa Barat.
“Pengambilan sumpah saksi kasus M Kece di Pengadilan. Bersumpah akan menyampaikan yang diketahui dan yang benar adanya. Perjuangan di ranah hukum dan membantu penegak hukum. Bismillahi tawakkalna ‘alallah,” tulis kiai Cholil di akun Twitter pribadinya, sambil menyertakan sebuah foto, seperti dikutip hidayatullah.com, Kamis (20/01/2022).
Kiai Cholil yang juga dosen di beberapa kampus ini mengatakan apa yang terjadi pada M Kece mesti jadi pejaran untuk terdakwa dan masyarakat. “Dua hari untuk menjelaskan kebohongan dan penistaan agama M Kece. Memberi pelajaran kepada terdakwa dan jadi pelajaran bagi kita,” ujarnya.
Lebih lanjut, Kiai Cholil mengaku tak mempermasalahkan agama apa yang akan dianut Kece. Hanya sebagai kaum beragama tidak perlu menistakan agama lainnya. “Jika memilih Kristen ya silakan itu pribadinya tapi tak perlu menistakan Islam dan tak perlu berdalil dengan Al-Qur’an apalagi tak paham arti dan tafsirnya,” ungkapnya.
Memang dalam Kartu Tanda Kependudukan (KTP)nya, M Kece tertulis masih memeluk agama Islam, padahal ia mengaku sudah berpindah agama. “M Kece ini KTP-nya masih Islam tapi minta izin akan terus Kristen seandainya nanti pulang ke kampungnya,” jelas Kiai Cholil.
Terbaru, kiai Cholil juga turut berbagi cerita di medsos Instagram miliknya. Ia menilai, M Kece dalam unggahan yang tersebar menafsikan Al-Quran secara serampangan merupakan bentuk menistakan pemahaman ulama serta menistakan Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
“Terdakwa menafsirkan Al-Qur’an serampangan, sebagaimana cara bacanya awut-awutan. Celakanya ia menistakan pemahaman ulama kepada Al-Qur’an. Menistakan kepada Islam dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sekaligus menyebarkan kebohongan. Menganggap kitab kuning membingungkan. Paradoks pemikiran karena menggunakan Al-Qur’an sepotong-sepotong dan menggunakan hadits dengan pemaknaan yang berbeda dan menyimpang,” tukasnya.*