Hidayatullah.com—Setiap kali bulan Ramadhan, Muslim Uighur nyaris kesulitan untuk menunaikan ibadah puasa. Bahkan, pemerintah China juga melarang mereka melaksanakan shalat lima waktu. Otoritas China memberikan label terhadap Muslim Uighur yang melaksanakan puasa dan shalat sebagai kaum radikal.
Pernyataan ini disampaikan oleh Direktur Uyghur Human Rights Project, Omer Kanat, dalam jumpa pers di Jakarta, kemarin (18/4). “Tidak hanya itu, pemerintah China telah beberapa kali membakar al-Qur’an dan memaksa Muslim Uighur untuk makan daging babi,” terang Omer dalam jumpa pers yang diwadahi oleh Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia (JATTI) itu.
Menurut Omer, pemerintah China telah melakukan kezaliman kepada Muslim Uighur. Hak asasi manusia Muslim Uighur, kata Omer, telah dirampas oleh penguasa China.
“Kedatangan kami ke Malaysia dan Indonesia ini ingin mengajak kepada negara Muslim terbesar untuk menyuarakan nasib Muslim Uighur,” ujar Omer yang berkantor di Washington, Amerika Serikat.
Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Jalinan Alumni Timur Tengah Indonesia, KH Muhyidin Junaidi menegaskan bahwa perlakuan pemerintah China kepada Muslim Uighur adalah bentuk perilaku keji. Oleh karena itu, seluruh dewan pembina dan pengurus JATTI bersepakat untuk mengutuk keras kezaliman tersebut.
“JATTI mengutuk sekeras-sekerasnya pelanggaran HAM terhadap umat Islam Uighur di Turkistan Timur itu,” tegas KH Muhyidin.
Pria yang juga Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini menyatakan berani bahwa pelanggaran berat terhadap umat Islam Uighur ini betul-betul terjadi. Di sana, umat Islam tidak bisa menggunakan hak-hak mereka.
“JATTI akan bekerja sama bersama seluruh ormas Islam untuk mendesak pemerintah Indonesia untuk menunjukkan kepeduliannya terhadap pelanggaran HAM kepada Muslim Uighur,” papar KH Muhyidin yang mengaku pernah meninjau langsung kondisi Muslim Uighur pada tahun 2017 silam.
Lebih lanjut, KH Muhyidin berharap hubungan baik Pemerintah Indonesia dan China dimanfaatkan untuk menekan negara tersebut untuk menghormati deklarasi human rights. “Semoga ini bisa dilakukan oleh Pemerintah Indonesia untuk menyuarakan ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh Pemerintah China,” pungkas KH Muhyidin.
Ketua Umum JATTI, H Febrian Amanda mengatakan alumni Timur Tengah yang terjalin dalam JATTI mempunyai perhatian terhadap persoalan hak asasi manusia, sosial, dakwah, dan persoalan kemaslahatan umat.
Dalam persoalan kezaliman terhadap Muslim Uighur, kata Febrian, JATTI yang memiliki anggota di 28 propinsi se-Indonesia ini akan bergerak menyuarakan kepedulian terhadap Muslim Uighur. “Para alumni Timur Tengah yang kini banyak menjadi ulama akan menyuarakan kepedulian itu melalui mimbar, media, atau jaringan lainnya,” ulas Febrian.*/ Ahmad Damanik