EMPAT orang bocah mempelototi sebuah layar kaca. Ditemani sepasang pria-wanita dewasa, mereka tampak serius. Dengan mata nyaris tak berkedip dan bibir terkatup, adegan di balik kaca mereka nikmati. Seorang bocah sampai berpegangan pada bahu kawannya.
Sekian menit, para “penonton” itu seakan tak menghela nafas. Di depan mereka, tengah berlangsung adegan seru. Sebuah aksi tanpa suara, yang menyisakan serpihan dua biji batu kecoklatan. “Tontonan” itu adalah cuplikan Perang Uhud yang “ditayangkan” dalam secarik kertas berisi catatan cerita tentang batu-batu.
“Batu ini merupakan batu yang berasal dari Jabal Uhud dan merupakan bukti bersejarah di mana Rasulullah SAW beserta para Sahabatnya pernah berperang menghadapi kaum Quraisy,” demikian bunyi keterangan tertulis dalam kotak kaca transparan yang disimak para “penonton” tersebut.
Mereka adalah para pengunjung Pameran Pedang Nabi yang turut memeriahkan gelaran 13th Islamic Book Fair (IBF) 1435/2014 di Istora Senayan, Jakarta. Batu kecil itu sekilas mirip kerikil biasa. Yang membuatnya menarik tentu karena statusnya sebagai batu Gunung Uhud.
Benda ini merupakan satu dari puluhan koleksi yang dipamerkan. Setiap koleksi dalam Pameran Pedang Nabi diiringi keterangan historisnya. Termasuk kisah-kisah masa lalu yang menarik animo pengunjung. Misalnya Batu Uhud yang dikaitkan dengan peristiwa Perang Uhud.
Pada perang ini, panglima umat Islam, Hamzah bin Abdul Muthalib syahid bersama 70 orang lainnya. Kematian para syuhada menjadikan kemenangan bagi kaum kafir Quraisy. Sekaligus sebagai balas dendam para pentolan Quraisy atas kekalahan mereka dari umat Islam pada Perang Badar sebelumnya.
“Dalam peperangan (Uhud) tersebut, gigi Rasulullah juga sempat tanggal diakibatkan hantaman pedang dari Khalid bin Walid yang saat itu masih belum masuk Islam,” bunyi keterangan selanjutnya.
Selain memamerkan Batu Uhud, pameran yang berlangsung di Ruang Anggrek, lantai 2 Istora ini juga memamerkan 35 benda peninggalan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan para Sahabat beliau.
Di antaranya tongkat dan sandal Rasulullah. Dalam kesehariannya, Beliau sering menggunakan tongkat sebagai patokan menandai arah kiblat shalat. Tongkat yang dipamerkan ini berwarna kecoklatan, terbuat dari kayu yang meliuk-liuk. Dalam keterangannya, dituliskan riwayat mengenai fungsi tongkat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang digunakan saat berkhutbah.
Dalam pantauan Hidayatullah.com, yang juga menarik perhatian para pengunjung pameran adalah sandal Rasulullah. Sandal berwarna dasar coklat ini ditempatkan khusus di tengah ruangan. Hanya sepasang yang dipajang. Dari bentuknya, cukup sulit untuk menerka apakah sandal tersebut bagian kanan atau kiri. Permukaannya sudah menghitam.
Dalam keterangannya tertulis, peran sandal cukup penting pada awal penyebaran agama Islam. Saat karet belum ditemukan, kebanyakan orang menggunakan kulit binatang sebagai alas kaki. Sandal Rasulullah sendiri disebut berbahan kulit unta, dan selalu menemani Beliau di saat suka dan duka.
“Dengan sandal, Rasulullah berhijrah dari Makkah ke Madinah yang saat itu ditempuh dalam waktu 8 hari (jarak Makkah ke Madinah sekitar 800 km),” tulis keterangannya.
Belajar Sejarah dengan Pedang Rasulullah
Pada pameran yang berlangsung selama IBF 2014, 28 Februari hingga 9 Maret itu, penyelenggara juga memamerkan Al-Ma’tsur. Ini adalah pedang milik Nabi Muhammad sejak muda, sebelum Beliau menerima wahyu pertama. Dijelaskan, pedang ini merupakan pemberian ayah Rasulullah, Abdullah bin Abdul Muthalib.
“Pedang ini dikenal pertama kalinya pada peperangan Fijar di zaman jahiliyah ketika Baginda (Rasulullah. Red) berumur 15 tahun mengikuti pamannya dalam peperangan tersebut,” demikian penjelasan tentang pedang yang gagang dan sarungnya dilumuri batu-batu permata warna-warni ini.
Di ruang pameran itu, Al-Ma’tsur ditempatkan lebih khusus lagi, tepat di tengah ruangan, dekat sandal Beliau. Al-Ma’tsur berdampingan dalam satu bilik dengan pedang milik Ustman bin Affan, Sahabat Nabi yang dikenal kaya raya dan sangat dermawan.
Selain Al-Ma’tsur, dipamerkan pula Al-Qadib. Ini merupakan pedang Nabi Muhammad yang dalam keterangannya tidak pernah digunakan berperang, sehari-harinya hanya disimpan oleh Rasulullah di rumahnya.
“Dan hanya dipergunakan oleh Rasulullah pada saat berpergian bersama istri tercintanya Aisyah RA,” tulis keterangannya.
Pada sisi pedang yang berwarna perak, tertulis lafaz dua kalimat syahadat dalam bahasa Arab. Pedang ini memiliki panjang 100 cm dengan sarungnya terbuat dari kulit binatang. Tergolong pedang yang ringan dan menyerupai batang tipis.
“Pedang Al-Qadib saat ini disimpan di Museum Topkapi, Turki,” lanjut keterangannya.
Ya, di Turki, bukan di Indonesia. Benda-benda bersejarah dalam pameran tersebut memang bukan aslinya. Walaupun replika, pameran ini menyedot perhatian segenap pengunjung IBF 2014. Mulai anak-anak sekolah, remaja, pasangan suami istri, hingga orangtua berjubel mendatangi pameran yang baru pertama kali diadakan sepanjang kehadiran IBF.
“Semua (yang dipamerkan ini) replika. Karena memang kalau yang asli ni nggak mungkin bisa keluar. Tetap ada di sana (Turki) gitu,” tegas Didit, Koordinator Pameran Pedang Nabi, saat ditemui Hidayatullah.com di arena pameran, Jumat, 5 Jumadil Awal 1435 H (7/3/2014) sore.
Bagi Didit, yang terpenting dalam pameran ini adalah edukasi sejarah dan spirit bagi umat Islam, khususnya generasi muda. Dengan mengadakan pameran benda-benda peninggalan Rasulullah, umat akan kembali mengenal dan mengingat sejarah Islam. Sebab menurutnya, saat ini anak-anak muda Islam lebih tertarik kepada tokoh-tokoh yang tidak Islami.
Pameran ini pun, kata Didit, dia gelar bersama rekannya, Qalam Gladi Mulianda. Mereka bergerak di bawah Piramid Communacition, lembaga yang kerap mengadakan berbagai acara dan event. Didit mengakui tak mudah mendapatkan koleksi-koleksi dalam pameran ini. Butuh waktu lama mengumpulkannya, bahkan bertahun-tahun. Bagaimana caranya? Tunggu kisah selanjutnya!* Bersambung