Hidayatullah.com | SEJAK mewabahnya virus corona jenis baru (Covid-19) di hampir seluruh wilayah Indonesia, pemerintah bersigap untuk melakukan tindakan-tindakan penyelamatan kepada seluruh warga Indonesia.
Tindakan preventif maupun kuratif dilakukan oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, propinsi maupun kabupaten/kota.
Termasuk tindakan prefentif yang dilakukan di Indonesia, membatasi bahkan melarang masyarakat melakukan kegiatan mengumpulkan masa untuk kepentingan apapun termasuk kepentingan ibadah bagi semua pemeluk agama.
Bukan hanya pemerintah, MUI, Dewan Masjid Indonesia, dan oramas-ormas Islam senada dengan pemerintah.
Ini sangat bisa dipahami, mengingat bahaya Covid-19 yang sampai saat ini belum ditemukan obatnya.
Untuk diketahui, hingga Rabu (25/03/2020) pagi, di Indonesia sudah terdapat 686 kasus positif Covid-19. Sementara pasien yang sembuh sebanyak 30 orang, yang meninggal 55 jiwa.
Di antara dampak virus ini pula, masjid-masjid dan majelis-majelis taklim meliburkan kegiatan-kegiatan taklim bahkan kegiatan shalat Jumat dengan diganti shalat zuhur. Dampak dari kebijakan ini sangat dirasakan oleh para dai, mubaligh, atau ustadz karena kegiatan rutin pembinaan umat harus berhenti.
Bagi Ustadz Fathurrahman, Mudir Pesantren elKisi Mojokerto, Jawa Timur, dampak itu juga terasa karena biasanya dia bisa langsung bertemu dengan jamaah, sementara sekarang harus off dulu.
Namun, keberadaan teknologi bisa menjadi solusi. Di antaranya menggunakan media Facebook, Youtube, Instragram untuk menyapa dengan para jamaah.
“Bahkan saya merasa bersyukur kepada Allah, di saat muncul musibah seperti ini eLKISI TV yang menggunakan jaringan satelit palapa D frekuensi 4014 Symbol Rate 7200 polaritas H hadir di tengah-tengah umat yang bisa diakses oleh masyarakat seluruh Asia, Australia, sebagian Afrika,” tuturnya kepada hidayatullah.com baru-baru ini.
Selain itu eLKISI juga bisa ditayangkan melalui HP Android. Media TV ini menjadi sangat efektif untuk menyapa jama’ah dan seluruh masyarakat, mengingat eLKISI TV konsentrasi pada pendidikan dan dakwah. Inilah salah satu keberkahan teknologi di saat terjadi musibah yang kita tidak pernah menduga kehadirannya.
“Semoga banyak hikmah yang dapat kita ambil dari musibah ini. Bersabar dan tawakkal dan terus meningkatkan keimanan kepada Allah adalah suatu keharusan bagi setiap muslim,” Sekretaris Umum DDII Jatim ini berharap.
Baca: Curhatan Ibu dari Nakes yang Berjuang Melawan Covid-19
Begitu pula bagi Ustadz Harianto Abu Anas. Dai perbatasan Kota Balikpapan-Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur, ini, harus berusaha maksimal untuk tidak lepas dari para jamaah.
Sejak adanya Covid-19 yang mengharuskan masyarakat untuk menjaga jarak, secara otomatis kegiatan taklim berhenti total secara fisik.
Ustadz Abu Anas tidak putus asa untuk berusaha menyapa umat dakwahnya dengan memanfaatkan medsos.
Melalui grup Whatsappnya, ia menyapa dan memberikan tausyiah.
“Alhamdulillah respons balik dari jamaah positif, karena komunikasi dilakukan aktif dan interaktif. Kemudian tidak lupa aktif memberikan edukasi terkait Covid-19 dengan cara kreatif, logis, dan sesuai dalil,” tuturnya kepada hidayatullah.com secara terpisah.
Edukasi tersebut diberikan, sebab, jelasnya, tantangan dalam menghadap Covid-19 masih berat, karena karakter orang Indonesia masih “bandel dan menyepelekan”. Sehingga, solusinya Abu Anas selalu mengkaitkan semuanya dengan iman. Hal ini menunjukkan bahwa dai juga peka terhadap kehidupan mereka.
Baca: “Ratusan Santri Terancam Gagal Jadi Penghafal Qur’an di Pesantren Ini”
Sementara itu, Misbahul Huda, dai sekaligus motivator parenting asal Surabaya, tak mau kehilangan silaturahim dengan jamaah maupun para takmir.
Ia berusaha setiap hari pagi dan sore berusaha untuk menyapanya dengan melayangkan flayer/meme. Sharing dakwah dilakukan sementara ini dengan cara yang sederhana. Meski ia juga berusaha untuk melakukannya dengan voice dan video call paling lama 5 menit.
Ke depan akan dilakukan secara offline dengan menyampaikan dakwah milenial dengan menggunakan aplikasi video primer.
“Dan dengan adanya gerakan tutup masjid dan shalat jamaah, saya justru membuka buku alias menulis singkat untuk bersapa dengan jamaah. Dan tulisan-tulisan ini insya Allah berguna untuk diwujudkan menjadi buku pula,” sebutnya.
Harapan Misbah, jamaah harus terus mendapatkan asupan spirit. Dan semoga para takmir dan dai serta mubaligh lain bisa menyampaikan dengan cara yang sederhana, berbiaya murah serta dapat diikuti secara ramai meski tak harus berkumpul di masjid.
Takmir harus bisa memfasilitasinya, tambahnya. Semoga ada manfaat dan pahala untuk kita semua.* Abdul Ghofar, Akbar Muzakki