Hidayatullah.com | SUASANA pagi yang indah. Terselimuti tetesan embun pagi,dan begitu nyaman dipandang. Rutinitas saya sehari-hari adalah mengajar, sebagai bagian masa pengabdian di pondok pesantren, selain aktif di organisasi kepemudaan.
Absen di pagi hari sudah menjadi rutinitas, agar kedisiplinan selalu terjaga. Hal ini bukan untuk merepotkan ataupun membuat ribet, tetapi kedisiplinan memang harus selalu kita asah demi menjadi insan yang baik.
Sambil menyambut para ustad dan guru guru SD datang, biasanya saya mengawasi setiap absen barangkali ada sesuatu yang perlu di sampaikan. Biasanya selepas absen saya selalu mendapatkan tugas.
Salah satunya yaitu membagikan majalah ke seluruh instansi lembaga. Tidak mudah untuk seorang diri melaksanakanya, karena banyak sekali majalah yang harus saya bagikan.
Biasanya saya mengajak salah satu santri untuk membantu saya membagikan majalahnya. Yang pertama adalah SD (Madrasah). Sebagai unit terbesar di dalam lembaga, tentu banyak sekali majalah yang harus saya bagikan di setiap kelas dan sekaligus di ruang guru.
Setelah selesai, barulah saya beranjak ke SMP dan SMA. Di sana, perasaan saya bercampur aduk. Bagaimana tidak, guru-guru yang selalu membimbing dan mendidik saya selama tiga tahun yang saya hadapi. Senang, takut, dan rasa tidak enak terhadap guru saya semuanya menyatu di dalam diri saya.
Tapi dikit demi sedikit, hari berganti hari lama kelamaan saya pun terbiasa untuk berorganisasi di lembaga ini. Terakhir, saya membagikan majalah ke unit TK dan TPA.
Setelah selesai semuanya seperti biasa saya selalu di kantor untuk menyelesaikan pekerjaan yang lain. Namun tiba-tiba teman saya pengurus yang memberikan sebuah informasi sekaligus menugaskan saya mewakili acara musyawarah nasional (Munas).
Sebenarnya saya kaget ditunjuk untuk mewakili Bengkulu bersama dua rekan lainnya ikut Munas ke Jakarta. Bukan persoalan mudah, yang terbayang di dalam pikiran saya adalah, bagaimana mendapatkan biaya ke Ibu Kota Jakarta.
Aaya memikirkan berapa biaya untuk berangkat. Saya mulai menghitung hitung untuk menyesuaikan biaya yang di butuhkan.
Walaupun selama pengabdian saya selalu mengelola keuangan,tetap saja hal seperti ini harus saya usahakan lebih ekstra. Bagi saya, pergi ke Jakarta artinya saya pergi ke seberang pulau. Waktu yang akan saya lalui pun akan berhari-hari.
Dalam suasana kebingungan mendapatkan biaya, sinyal baik muncul. Rekan saya menyarankan agar membuat proposal untuk dibagikan. Tidak butuh waktu lama, saya dan rekan saya segera membuat proposal untuk keperluan transportasi ke Jakarta.
Persoalan belum selesai. Rupanya saya dan rombongan juga butuh uang saku. Saya sengaja tidak meminta orang tua, selain karena tidak ingin membebani mereka, saat itu adek saya sedang sakit.
Saya mencari alternatif dengan menawarkan proposal ke salah satu jamaah pondok pesantren, namanya Bu Sri. Saya mendatangi rumahnya, meski dengan sedikit malu dan deg-degan. Alhamdulillah, respon Bu Sri baik.
Hari itu rasa letih dan panas setelah berkeliling untuk menyampaikan proposal. Karena hari sudah sore, saya pulang ke pondok. Sore hari saya masih ada amanah lain, yaitu mengajar diniyah ke para santri.
Esok harinya, saya menjalankan rutinitas saya, sambil kembali mengedarkan proposal ke beberapa tempat. Setelah berkeliling, saya beristirahat dan berhenti di sebuah warung sambil membeli minuman.
Saat beristirahat dan minum tiba-tiba HP saya berbunyi. Setelah saya buka, ternyata ada sebuah pesan dari Bu Sri, meminta saya untuk datang ke rumahnya saat itu juga.
Saya bergegas ke rumahnya. Dalam perjalanan hati saya bertanya-tanya sambil berfikir apa ada sesuatu yang sangat penting sehingga saya di suruh ke rumahnya?
Setelah sampai Bu Sri menyampaikan sesuatu yang membuat saya terkejut. Tenyata beliau memberikan tambahan uang untuk saya pergi ikut acara Munas dalam jumlah yang tergolong sangat-sangat cukup sekali.
Dalam suasana hati yang senang, saya mendengarkan beliau bercerita terkait uang itu. Katanya, saat ada acara pengajian ibu-ibu, beliau menawarkan proposal saya ke ibu ibu pengajian lainnya, akhirnya banyak juga ibu-ibu ikut ambil bagian membantu, subhanallah!
Dan salah satu ibu pengajian yang juga akan berangkat ke tanah suci, mengkonfirmasi untuk menambah segala kekurangan biaya yang saya butuhkan. Sungguh tidak disangka, seorang yang tidak saya kenal ternyata dari situlah cara Allah membantu saya.
Sejak itu saya makin yakin, apapun yang kita usahakan, selama suatu kebaikan, pasti ada jalan keluarnya.
Sungguh senang dan berlipat ganda rasanya, akhirnya saya mewakili lembaga kepemudaan Islam di Bengkulu untuk ikut dalam kegiatan Munas di Jakarta. Ditambah lagi, apa yang saya lakukan tidak sedikitpun membebani orang tua saya.
Saya dan rombongan akhirnya berangkat ke Jakarta. Di tempat ini saya mendapatkan banyak sekali pelajaran, pengalaman dan ilmu baru.
Bagaimana tidak, yang hadir banyak tokoh-tokoh Islam dan kepemudaan. Setiap orang selalu memberikan pencerahan dalam berbagai keadaan. Penampilannya, tutur katanya, pergaulannya serta materi ceramah yang beliau sampaikan semua menarik dan layak jadi uswah (tauladan).
Keyakinan dan semangat akan menggapai sesuatu yang lebih baik akhirnya memotivasi diri saya. Bukan mustahil kita dapat mencapai sesuatu bila kita yakin dan terus mau berusaha untuk menggapai nya. Tak lupa semoga Allah memberkahi dan merahmati semua orang yang tulus dan turut membantu kelancaran saya. Amin.*/Affan Anggara Putra, mahasiswa semester 2 program takhasus STAI Luqman al-Hakim, Surabaya