Hidayatullah.com—Kemunculan website berbasis Artificial Inteligent (AI) bernama ChatGPT menjadi benyak perbincangan. Kecerdasan buatan berbentuk chatbot tanya jawab berbasis teknologi GPT-3.5 mampu berinteraksi layaknya manusia melalui teks.
Cara kerja ChatGPT memungkinkan penggunanya mengakses berbagai informasi dalam bentuk balon percakapan cukup meresahkan, karena dinilai berpotensi menjadi sarana kecurangan akademik.
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM, Wawan Mas’udi, S.Ip., MPA, Ph.D, kemunculan ChatGPT perlu ditindaklanjuti dengan bijak, karena tidak menutup kemungkinan perkembangan teknologi akan terus muncul dengan berbagai dampaknya.
“Fenomena ini tampaknya cukup mengagetkan kita, tapi sudah bisa diprediksi sebelumnya. Adanya perkembangan kecerdasan buatan ini bukanlah hal baru, bahkan sudah menjadi bagian dari hidup masyarakat modern. Sebagai fenomena dan konsekuensi teknologi digital, semestinya bisa kita antisipasi,” ucap nya dalam “Sarasehan Fisipol UGM Polemik ChatGPT: Bagaimana Perguruan Tinggi Harus Bersikap” baru-baru ini.
ChatGPT baru-baru ini viral karena kemampuannya dalam membuat susunan kalimat sekelas karya tulis dengan data yang valid. Cara penggunaannya pun cukup mudah, hanya dengan mengetik pertanyaan di kolom chat, AI akan langsung memberikan jawaban beserta keterangan sumbernya.
Bahkan, ChatGPT diperkirakan bisa memiliki hak cipta sebagai “penulis” dalam beberapa karya tulis resmi di masa depan. “Perlu adanya inovasi mengenai copyright (hal cipta) atau authorship supaya bisa menempatkan teknologi ini dengan baik,” tambah Wawan.
Treviliana Putri, peneliti CfDS mengatakan, salah satu hal yang juga menjadi concern teknologi seperti ChatGPT adalah AI, dimana akan menggantikan pekerjaan-pekerjaan manusia. “Kita akan kehilangan pekerjaan dan akan ada robot dan sistem yang menggantikan,” tuturnya.
Kondisi ini mendesak manusia untuk meningkatkan kemampuannya setara, atau bahkan di atas teknologi hanya untuk mempertahankan eksistensinya.
Sementara Agustina Kustulasari, S.Pd., M.A, Dosen Manajemen Kebijakan Publik UGM, menuturkan bahwa AI ChatGPT tetap memiliki pola dalam menyusun kalimatnya. “Ketika saya tanya apakah kamu bisa membuat esai?, ia tidak menjawabnya dengan memberikan esai, tapi memberikan overview dan argumen yang bisa menjadi dasar bagi esai. Begitupun dengan pertanyaan-pertanyaan lainnya, menurut saya jawaban yang dia berikan itu sangat umum yang kebanyakan orang akan berpikir seperti itu,” ungkap Agustina.
Keberadaan AI memang ditujukan untuk mempermudah berbagai kegiatan manusia, maka tidak seharusnya AI diposisikan sebagai pengganti manusia.
Sistem akan terus berkembang dan tetap memiliki batasan, sedangkan manusia bisa berkembang tanpa batasan dan akan terus mengembangkan teknologi.*
Ketua Komisi Perempuan, Remaja dan Keluarga (KPRK) MUI, Siti Ma’rifah, menyatakan memasuki era digital 4.0, penggunaan gadget tak lagi bisa dihindari sehingga segala bentuk perkembangan menuntut penyikapan.*