Hidayatullah.com – Pemerintah Taliban mendesak warga negara Afghanistan yang ingin berimigrasi ke Amerika Serikat untuk pulang, setelah Donald Trump memperketat persyaratan masuk.
Presiden AS Donald Trump pada pekan ini mengumumkan larangan perjalanan menargetkan 12 negara, termasuk Afghanistan, yang menurutnya kurang “kompeten” dalam memproses paspor dan pemeriksaan.
Menanggapi pernyataan Trump, Perdana Menteri Afghanistan Hassan Akhund mendesak warganya untuk kembali ke negara mereka. Ia mengatakan pihaknya akan memberi perlindungan bahkan jika mereka pernah bekerja dengan pasukan AS dalam perang selama dua dekade melawan Taliban.
“Bagi mereka yang khawatir bahwa Amerika telah menutup pintunya bagi warga Afghanistan… Saya ingin memberi tahu mereka, ‘Kembalilah ke negara Anda, bahkan jika Anda telah melayani Amerika selama 20 atau 30 tahun untuk tujuan mereka, dan menghancurkan sistem Islam’,” kata Akhund dalam pidato pada hari raya Idul Adha, yang disiarkan oleh media pemerintah.
“Anda tidak akan menghadapi penindasan atau masalah,” katanya, sambil meyakinkan bahwa Pemimpin Tertinggi Taliban Hibatullah Akhundzada telah “memberikan amnesti untuk semua orang”.
Melarikan diri dari konflik
Setelah naik ke tampuk kekuasaan pada tahun 2021, otoritas Taliban mengumumkan amnesti bagi warga Afghanistan yang bekerja dengan pasukan dan pemerintah yang didukung Barat.
Warga Afghanistan berbondong-bondong mengungsi ke negara-negara tetangga selama beberapa dekade konflik, tetapi penarikan pasukan pimpinan AS yang kacau menyebabkan gelombang pengungsi baru yang mengkhawatirkan pembatasan pemerintah Taliban dan pembalasan karena bekerja dengan Washington.
Amerika Serikat tidak memiliki kedutaan besar yang berfungsi di Afghanistan sejak tahun 2021, dan warga Afghanistan harus mengajukan visa di negara ketiga, terutama Pakistan.
Sejak Trump kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari, warga Afghanistan secara bertahap melihat peluang mereka untuk bermigrasi ke AS atau tinggal di sana semakin mengecil.
Perintah pemerintahan Trump telah mengganggu jalur pengungsi dan mencabut perlindungan hukum para imigran, termasuk Afghanistan, dari deportasi mulai bulan Juli.*