SEBAGAI bentuk kebutuhan hidup tenang dan menyenangkan bersama pasangan yang dimulai dari Nabi Adam bersama Hawwa, terus berlangsung kepada keturunannya, serta sampai kepada manusia di zaman ini. Kisah mencatat, hasrat yang berlebih terhadap lawan jenis, ditambah telah ada pilihan terhadap sejumlah lawan jenis, sudah dimulai dari kisah Habil dan Qabil, anak kandung Nabi Adam.
Pada waktu itu Allah SWT mensyariatkan kepada Nabi Adam agar menikahkan anak perempuannya dengan anak laki-lakinya karena dalam keadaan darurat. Ketika itu setiap kelahiran dari istri Adam memperoleh anak kembar, satu laki-laki dan satu perempuan. Adam menikahkan anak perempuan yang lahir dari satu kehamilan dengan anak laki-laki dari kehamilan lainnya.
Saat Hawwa melahirkan Habil, kembarannya adalah perempuan yang parasnya tidak cantik. Dan saat melahirkan Qabil, kembarannya adalah perempuan yang cantik. Berdasarkan ketentuan syariat, Adam mesti menikahkan Habil dengan kembarannya Qabil, dan Qabil dengan kembarannya Habil. Namun ternyata Qabil menolak syariat ini. Qabil menghendaki menikah dengan kembarannya sendiri.
Adam, sebagaimana tertulis dalam Tafsir Ibnu Katsir, menolak keinginan Qabil tersebut. Hanya saja Nabi Adam masih memberi kesempatan kepada Habil dan Qabil untuk melakukan kurban. Barangsiapa kurbannya diterima Allah SWT, diizinkan menikah dengan perempuan yang parasnya cantik tersebut. Ternyata Allah SWT menerima kurban Habil dan tidak menerima kurban yang dipersembahkan Qabil.
Allah SWT menerima kurban Habil karena ia merupakan seorang yang saleh dan bertakwa, serta berkurban dengan hewan. Dikisahkan ia berkurban dengan kambing, Qabil berkurban dengan hasil pertanian.
Dari mulai adanya dorongan berlebihan terhadap pasangan di zaman awal ini, mulai muncul pula tragedi pertama umat manusia, sebagaimana firman Allah SWT pada Surat al Maaidah ayat 27: Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang mereka berdua (yakni Habil) dan tidak diterima dari yang lain (yakni Qabil). Ia (Qabil) berkata: “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.”
Begitulah dorongan syahwat awal mula dari umat manusia guna mendapatkan perempuan yang digambarkan berparas cantik. Dalam penggambaran manusia sekarang, penilaiannya barangkali akan bertambah sebagai perempuan yang semampai, langsing, berambut hitam kelam, dan berkulit bersih. Ini semua bagian dari ujian yang diberikan Allah SWT kepada umat manusia, berupa adanya rangsangan dari luar manusia dan dorongan yang ada di dalam hati.
Hanya manusia yang bisa masih memberikan hijab kepada keinginan, fisik, dan hatinya, yang akan selamat dari ujian Allah SWT. Dan manusia yang memberikan rangsangan kepada pihak lain, serta orang yang menuruti keinginan hati, bisa terjebak dalam malapetaka, sebagaimana malapetaka yang bakal diterima Qabil yang menimbulkan tragedi pertama umat manusia, seperti disabdakan Rasulullah SAW, “Tidak satu pun jiwa yang terbunuh secara zalim, melainkan anak Adam yang pertama ikut menanggung dosa pertumpahan darah itu karena dialah orang pertama yang mencontohkan pembunuhan.” (HR Bukhari).*/Lighty Hayati (Tulisan sebelumnya)