Hidayatullah.com– Mahkamah Konstitusi (MK) membatasi jumlah saksi dalam sidang gugatan perselisihan hasil pemilu 2019 sebanyak 15 saksi dan 2 saksi ahli.
Pada Rabu (19/06/2019) akan digelar sidang lanjutan gugatan Pilpres 2019, dengan agenda mendengarkan keterangan saksi dari pihak pemohon (capres-cawapres 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno).
MK membatasi saksi dengan alasan untuk mengoptimalkan kualitas pemeriksaan saksi, mengingat masa persidangan untuk sengketa pemilu dibatasi oleh waktu.
Keputusan MK membatasi jumlah saksi ini diprotes oleh tim hukum paslon capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo-Sandi.
Baca: Kuasa Hukum 02 Nilai KPU Gagal Sanggah Gugatan Prabowo-Sandi
Tim hukum Prabowo-Sandi menilai pembatasan saksi akan menyulitkan pembuktian seluruh argumen dalam gugatan mereka.
“Kami kalau kemudian tidak membatasi saksi, kami juga berhadapan pada situasi untuk tidak bisa memeriksa secara optimal,” dalih Hakim MK Suhartoyo dalam persidangan di Jakarta, Selasa (18/06/2019).
Katanya MK telah memberikan keleluasaan melalui penyerahan alat bukti dan surat-surat terkait perkara.
Selain membatasi jumlah saksi, MK juga menolak permintaan tim hukum Prabowo-Sandi untuk memerintahkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar melindungi saksi.
Ketua tim hukum Prabowo-Sandi sebelumnya meminta perlindungan saksi ke LPSK karena merujuk pada penanganan sengketa Pilpres 2014, sejumlah saksi enggan hadir karena diancam.
Baca: Sandi Minta Doakan Hakim MK Memutus Gugatan Penuh Keadilan
Dalam sidang lanjutan perselisihan hasil Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta, Selasa (18/06/2019), kuasa hukum BPN Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW), mengungkapkan adanya sejumlah saksi yang merasa terancam.
BW menyampaikan kepada Majelis Hakim adanya ancaman terhadap sejumlah saksi yang akan dihadirkan tim hukum BPN Prabowo-Sandi pada sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden 2019, Rabu (19/06/2019).
“Kita tidak mendramatisir soal adanya ancaman terhadap para saksi. Ini bukan drama. Ini sungguh-sungguh. Jangan mempermainkan nyawa orang,” tegas BW kepada Majelis Hakim yang dipimpin Ketua MK Anwar Usman.
Baca: BW: Sesuai Putusan MA, Perdebatan Posisi Ma’ruf Harusnya Selesai
Yusril Ihza Mahendara, kuasa hukum Tim Kampanye Nasional (TKN) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Joko Widodo-Ma’ruf Amin (Jokowi-Ma’ruf), menanggapi permintaan 02 itu.
“Persoalan menghadirkan saksi di persidangan sebenarnya biasa-biasa saja. Kita sudah lama bersidang di MK tidak pernah mengalami kesulitan apapun dalam menghadirkan saksi di pilpres maupun pilkada,” ungkap Yusril usai mengikuti sidang mendengarkan Jawaban KPU (Termohon), keterangan Pasangan Jokowi-Ma’ruf (Pihak Terkait) dan mendengar keterangan Bawaslu di MK, Selasa (18/06/2019).
Menurut Yusril, apa yang dilakukan kuasa hukum Pasangan Prabowo-Sandi, dalam hal ini BW adalah sesuatu yang tidak lazim.
“Saksi-saksinya saja belum ada namanya. Para saksi baru akan diserahkan besok pagi namanya ke MK, tapi kok sudah diancam. Siapa saja yang mau jadi saksi? Kan tidak ada yang tahu. Tapi sudah merasa diancam. Siapa yang mengancam, di mana diancam, bagaimana mengancamnya. Kami anggap terlalu jauh,” sebut Yusril.
Baca: Mardani Berharap MK Adil & Profesional Putuskan Sengketa Pilpres
Dalam persidangan tersebut, MK menolak permohonan BPN agar para saksi yang akan dihadirkan mendapat perlindungan dari LPSK. “Tidak ada landasan hukumnya,” dalih Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Suhartoyo berdalih, ruang lingkup perlindungan dari LPSK bernuansa kasus pidana, sedangkan sengketa di MK adalah sengketa yang terkait sengketa kepentingan.
“UU LPSK lingkupnya berkaitan dengan tindak pidana,” dalih Suhartoyo yang merujuk pada semangat konstitusi bahwa semua orang berhak mendapat perlindungan hukum. Bagaimanapun, MK menjamin saksi akan diberikan keamanan selama persidangan.* (AA/MK)