Hidayatullah.com — Pemerintah India melakukan embargo ekspor vaksin Covid-19 AstraZeneca akibat kasus Covid-19 melonjak di negara tersebut. Sehingga, negara ini tidak akan mengirim vaksin AstraZeneca ke WHO dan GAVI. Embargo ekspor vaksin Covid-19 oleh India berdampak pada turunnya jumlah ketersediaan vaksin nasional.
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah segera melakukan langkah taktis demi menjamin ketersedian vaksin nasional.
“Saya meminta pemerintah segera mengambil langkah taktis agar dapat segera memenuhi jumlah kebutuhan vaksin nasional. Kalau pemerintah lambat, maka tujuan herd immunity sulit untuk kita capai. Misalnya jika pabrik India tidak memungkinkan, maka pemerintah harus melakukan negosiasi ke pabrik-pabrik AstraZeneca lainnya, seperti pabrik yang ada di Thailand misalnya,” kata Netty dalam keterangan medianya, Selasa (06/04/2021).
Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS ini khawatir Indonesia mengalami kekosongan vaksin usai adanya embargo India tersebut.
“Kalau vaksinnya saja kosong, bagaimana mewujudkan target 1 juta dosis suntikan perhari yang ditargetkan Presiden? dan pastinya ini akan berdampak pada tidak tuntasnya vaksinasi dalam waktu 15 bulan sebagaimana target dari pemerintah,” terang Netty.
Tidak hanya itu saja, potensi kekosongan vaksin ini kata Netty juga akan merembet ke hal-hal lain, misalnya soal kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM).
“Kalau vaksin kita kosong, maka proses vaksinasi tidak bisa dilanjutkan. Lalu bagaimana dengan wacana PTM di bulan Juli? apakah guru-guru bisa dijamin sudah divaksin semua? apalagi ketika stok vaksin masih cukup saja, vaksinasi terhadap tenaga pendidik masih berjalan lambat” ungkapnya.
Sebelumnya Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan, vaksinasi Covid-19 bakal kembali meningkat pada bulan Mei 2021 karena ada produksi vaksin secara masal dari Bio Farma. Sementara itu, PT Bio Farma memastikan Sebanyak 30 juta dosis vaksin dalam bentuk bulk akan tiba pada April ini.
“Sampai saat ini berapa bulk Sinovac yang bisa diolah? dan seperti apa kapasitas produksi dari Bio Farma? Perlu dilakukan percepatan agar produksi vaksin Covid-19 dalam negeri bisa lebih banyak lagi. Jangan sampai, kita mendatangkan bulk Sinovac yang begitu banyak (140 juta dosis) tapi kemampaun produksi kita rendah, ini akan menjadi sia-sia,” katanya.
Terakhir Netty mengingatkan bahwa Covid-19 adalah virus yang bisa menyerang siapa saja tanpa memandang bentuk maupun kondisi ekonomi sebuah negara.
“Pemerintah Indonesia harus mendorong lahirnya kesamaan sikap di tingkat global soal keadilan dalam mengakses vaksin. Jangan sampai vaksin dimonopoli oleh negara-negara maju yang memiliki teknologi yang memadai. Kejadian embargo ini juga harus menjadi kesadaran bagi pemerintah dalam mempercepat pengembangan vaksin nasional seperti merah putih dan nusantara. Jika kita mampu berdikari dalam produksi vaksin, kita tidak hanya bisa mencukupi kebutuhan vaksin dalam negeri tapi juga bisa membantu negara-negara lainnya,” tandas Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini.*