Fenomena lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) makin marak. Topik ini sering menghiasi media (cetak, elektronik, hingga medsos), diperbincangan dalam berbagai seminar dan workshop, hingga diperdebatkan di gedung parlemen.
Prof. DR. Mohamad Amin, MSi (almarhum), pakar Biologi Molekuler di Universitas Negeri Malang, pernah membedahnya secara ilmiah. Pendekatan secara ilmiah diharapkan bisa objektif sehingga mampu memposisikan LGBT sebagaimana semestinya.
Lanjutan dari Artikel Dalam Pandangan Sains, Tidak ada Istilah LGBT (1)
Hidayatullah.com | Manusia (laki-laki maupun perempuan) memiliki 46 (23 pasang) kromosom. Masing-masing memiliki 22 pasang kromosom yang bentuk dan ukurannya sama yang disebut autosom/kromosom tubuh (A), dan dua kromosom seks (kromosom kelamin).
Laki-laki memiliki kromosom kelamin XY, sedangkan perempuan memiliki kromosom XX. Dengan demikian komposisi kromosom laki-laki adalah 22AA+XY atau 44A+XY, dan perempuan adalah 22AA+XX atau 44A+XX dalam setiap sel tubuhnya.
Penentuan jenis kelamin itu ditentukan saat fertilisasi terjadi menjadi sebuah sel zigot. Perkembangan zigot menjadi morula adalah hasil pembelahan mitosis zigot. Demikian selanjutnya terjadi morfogenesis semua sel yang tumbuh dan berkembang ini berasal dari sel zigot.
Setiap sel tubuh perempuan membawa dua kromosom X. Oleh karena itu, pada setiap pembentukan ovum, hanya menghasilkan ovum yang mengandung satu kromosom X.
Berbeda dengan laki-laki, yang membawa kromosom X dan Y, sehingga dalam pembentukan gamet (sperma) ada dua tipe, yaitu gamet yang membawa X dan gamet yang membawa Y. Jadi dalam pembentukan zigot, jenis kelamin zigot ditentukan oleh tipe sperma yang membuahi ovum.
Jika sperma yang membuahi ovum adalah sperma yang membawa X, maka jenis kelamin zigot/bayi adalah perempuan (XX). Sebaliknya bila yang membuahi ovum adalah sperma yang membawa kromosom Y, maka zigot/bayinya berjenis kelamin laki-laki (XY).
Perkembangan kelamin pada manusia secara genetis ditentukan oleh gen yang terlibat. Awal perkembangannya bermula dari pematang genital yang menjadi gonad bipotensial karena dikendalikan oleh gen SF1, WT1, dan LHX9.
Kromosom Y adalah faktor penting untuk penentuan jenis kelamin pada manusia, karena membawa gen yang mengkode testis determining factor yang mengorganisasi gonad menjadi testis atau ovarium.
Bila terjadi kesalahan dari proses normal, maka akan menghasilkan komposisi genetik yang berbeda dari yang semestinya. Hal ini akan menghasilkan suatu keadaan yang disebut sindrom.
Beberapa contoh sindrom yang umum diketahui:
1. Sindrom Turner, komposisi kromosom 44A+XO
Ciri-ciri: jenis kelamin wanita, mengalami ovariculardisgenesis (ovarium tidak tumbuh) sehingga mandul, kehilangan satu kromosom X, alat kelamin bagian dalam terlambat perkembangannya dan tidak sempurna (infantil) steril, kedua puting susu berjarak melebar, payudara tidak berkembang, badan cenderung pendek, dada lebar, leher pendek, mempunyai gelambir pada leher, dan lain-lain.
Gangguan kesehatan yang sering dialami: ginjal, tekanan darah tinggi, jantung, diabetes, katarak dan kelebihan berat badan. Kelainan ini ditemukan pertama kali oleh HH Turner pada tahun 1938. Penderita sindrome Turner berkelamin wanita, namun tidak memiliki ovarium.
2. Sindrom Klinefelter (44A+XXY)
Ciri-ciri: jenis kelamin pria, kelebihan satu kromosom X. Susunan kromosom kelamin XXY diakibatkan fertilisasi ovum XX oleh sperma Y atau ovum X oleh sperma XY. Klinefelter termasuk trisomi gonosomal (trisomi pada kromosom sex).
Penderita Kleinfelter berkelamin laki-laki tetapi mengalami testicular disgenesis (testis mengecil) dan mandul (steril), payudara membesar, dada sempit, pinggul lebar, rambut badan tidak tumbuh, tubuhnya cenderung tinggi (lengan dan kakinya panjang), mental terbelakang.
Kelainan ini ditemukan oleh HF Klienfelter (1942).
3. Sindrom Jacobson, mirip sindrom Klinefelter
Pria XYY memiliki ciri umum selalu bertindak agresif, kasar, dan sering berbuat kriminal.
4. Sindrom wanita super
Kromosom sexnya ada tiga XXX, tubuh seringnya tinggi, menderita schizoprenia.
5. Sindrom Down (laki-laki 47,XY+21, perempuan 47,XX+21)
Penderita mengalami kelebihan 1 autosom pada kromosom nomor 21 dan dapat terjadi pada laki-laki dan perempuan, akibat terjadinya nondisjunction ketika pembentukan ovum.
Ciri-ciri: tinggi badan sekitar 120 cm, kepala lebar dan pendek, bibir tebal, lidah besar dan menjulur, liur selalu menetes, jari pendek dan gemuk terutama kelingking, telapak tangan menebal, mata sempit miring ke samping, gigi kecil-kecil dan jarang, IQ rendah, umumnya steril. Penderitanya ada yang idiot (IQ 24), imbisil (IQ 25-49), dan debil (IQ 50-69). Kelainan ini ditemukan oleh J. Langdon Down pada tahun 1866.
6. Sindrom Edwards (laki-laki 47,XY + 18, perempuan 47,XX + 18)
Sindrom ini terjadi karena nondisjunction pada autosom nomor 18 pada saat ovulasi. Ciri-ciri: kelainan pada alat tubuh, telinga dan rahang bawah kedudukannya rendah, mulut kecil, mental terbelakang, tulang dada pendek, umumnya hanya mencapai umur 6 bulan.
7. Sindrom Patau (47,XX/XY)
Penderitanya mempunyai 45 autosom. Kelebihan kromosom ini disebut trisomi. Dengan demikian seluruhnya terdapat 45 autosom dengan kromosom kelamin XY atau XX.
Ciri-ciri: kepala kecil, mata kecil, sumbing celah langit-langit, tuli, polidaktili, mempunyai kelainan otak, jantung, ginjal dan usus serta pertumbuhan mentalnya terbelakang. Biasanya penderita meninggal pada usia kurang dari 1 tahun.
Bermacam sindrom di atas terjadi akibat komposisi genetik yang berbeda dari yang semestinya. Akibatnya, secara fisik dan fisiologis berbeda dengan yang komposisi genetik normal.
Dari penjelasan di atas bisa diketahui bahwa secara genetis tidak ada istilah LGBT. Jadi jika ada yang menyebut bahwa LGBT itu kelainan genetis, maka itu sebutan yang tidak ilmiah.* (bersambung)