Hidayatullah.com — Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur KH Dr Hasan Ubaidillah mengatakan ada dua opsi untuk menghadapi wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang menyerang hewan ternak. Hal itu mengingat masyarakat Indonesia yang dihebohkan dengan merebaknya wabah PMK menjelang Hari Raya Idul Adha 1443 H / 2022 M.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri telah mengeluarkan fatwa bahwa hewan yang terkena PMK dengan gejala ringan sah untuk berkurban. Namun hal itu berbeda dengan pandangan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) yang mengatakan bahwa hewan terjangkit PMK dengan kondisi ringan maupun berat tidak sah untuk berkurban.
Menanggapi hal itu, KH Dr Hasan Ubaidillah mengatakan bahwa ada dua hal yang dapat diambil dari permasalahan ini.
“Maka ada dua opsi yang dapat diambil, pertama kompromi dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Kedua, memilih pendapat sesuai keyakinan masing-masing,” katanya, dilansir oleh laman resmi MUI Jatim, Ahad (19/6/2022).
Ubaidillah menjelaskan, pada opsi pertama dipilih karena pendapat antara Fatwa MUI dan LBM PBNU menyatakan bahwa hewan yang terjangkit PMK dengan gejala berat tidak sah sebagai hewan kurban.
“Masing-masing pendapat mengatakan bahwa hewan yang terkena PMK sama-sama tidak sah menjadi hewan kurban apabila bergejala berat. Namun, pendapat LBM PBNU walau ringan juga tidak boleh. Ini mengambil prinsip kehati-hatian, artinya kebahayaan harus dihindari meskipun sedikit,” jelasnya.
Ubaidillah memaparkan terkait opsi kedua yang menurutnya masyarakat boleh mengambil salah satu di antara pendapat Fatwa MUI dan LBM PBNU sesuai dengan keyakinan.
“Perbedaan pendapat dari para imam yang dalam hal ini MUI dan LBM PBNU adalah rahmat bagi kita. Maka kita bisa melakukan pilihan apakah mengikuti MUI atau LBM PBNU. Sehingga melalui sosialisasi juru sembelih halal ini nanti akan ada penjelasan penyembelihan hewan PMK yang gejala ringan,” paparnya.
Dirinya juga mengusulkan kepada pemerintah dapat membuat regulasi terkait hewan yang dijual agar melewati proses screening.
“Untuk itu kami usul kepada pemerintah untuk membuat regulasi agar hewan yang masuk ke wilayah Jawa Timur melalui proses screening terlebih dahulu,” ujarnya.*