oleh Dzikrullah W. Pramudya & Santi Soekanto*
Hidayatullah.com–Ketika kami tiba di Qana, Libanon Tengah, dan mencari tempat terjadinya pembantaian warga sipil oleh jet-jet tempur Israel, sebuah sambutan hangat tersembur dari mulut seorang perempuan berpakaian serba hitam. Senyumnya ramah, tapi suaranya menggelegar. “Anda mencari siapa? Tempat pembantaian. Oh iya, di sebelah sana. Lihat saja sendiri kerjaan monyet-monyet Israel itu!” Rupanya amarahnya masih menyala-nyala, meskipun perang sudah lewat hampir sebulan.
Kami bersiap-siap menemukan lautan kesedihan, namun yang kami jumpai malah samudera ketegaran. Pertemuan dengan keluarga Syalhub luar biasa dan tanpa diduga-duga. Salah seorang dari kami minta kepada Ahmad Hasyim, pria yang menemani kami, untuk ditunjukkan kamar kecil. Dengan ramah, gadis-gadis keluarga Syalhub yang berpakaian hitam mempersilakan kamar mandi rumahnya digunakan. Setelah itu kami duduk-duduk di teras rumah mereka, di bawah naungan pohon anggur yang teduh. Buahnya rimbun, tapi sudah banyak yang menghitam. “Selama perang tak ada yang sempat memanen anggur,” kata Zainab.
Tentu saja mereka tak sempat memanen anggur di teras rumahnya. Tujuh orang anggota keluarga Syalhub wafat pada malam serangan Israel itu. Ayahnya, ibunya, kakak tertuanya, adik laki-lakinya yang masih remaja, dan adik bungsunya yang laki-laki, ditambah 2 orang cucu yang manis-manis tewas tertimpa rumah yang meledak. Tinggallah kini 4 orang perempuan keluarga Syalhub yang cantik-cantik duduk di hadapan kami, 3 diantaranya belum menikah. Wajah mereka serius, tapi kesedihan sudah tak ada bekasnya. “Alhamdulillah kami bersyukur Allah memanggil mereka dengan cara yang sangat mulia,” kata Zainab dalam bahasa Arab.
Menurut Zainab, kalau Hasan Nashrallah, pemimpin utama Hizbullah, telah bersyukur kepada Allah karena pernah kehilangan seorang anaknya dalam pertempuran dengan Israel, maka ia dan saudara-saudaranya lebih bersyukur lagi karena telah kehilangan 7 orang sekaligus dari keluarganya. “Ini tandanya Allah sangat sayang kepada kami,” kata Zainab.
Ia mengaku beberapa hari setelah pembantaian itu sempat menangis bersama adik-adiknya, tetapi tidak sampai meraung-raung apalagi menyesali kematian mereka. Ia lalu mengutip surah Al-Baqarah ayat 154: “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya.”
Lengkapnya?
Silakan baca edisi cetak Majalah Hidayatullah edisi Oktober 2006
* suami isteri wartawan ini ke Libanon dan Suriah bersama misi kemanusiaan MER-C (Medical Emergency Rescue Committee)