Solusi Cerdas Atasi HIV/AIDS
TANGGAL 1 Desember selalu diperingati sebagai hari AIDS sedunia. Setiap tahun, penduduk dunia beramai-ramai melakukan berbagai aktivitas penyadaran tentang bahaya HIV/AIDS.
Begitu pula pada tahun 2015 ini. Tak terkecuali di Indonesia, banyak para aktivisnya yang bersemangat untuk menyebarkan berbagai informasi terkait HIV/AIDS, baik dengan menyebarkan selebaran hingga mengadakan acara-acara khusus terkait tema tersebut.
Meskipun setiap tahun diperingati dan telah dilakukan banyak upaya untuk memberikan solusi, baik dari pemerintah, LSM, hingga dimasukkannya materi tentang HIV/AIDS dan Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) ke dalam kurikulum pendidikan, namun barlalu tahun tidak diikuti dengan berlalunya virus ini, malah setiap tahunnya jumlah Orang yang hidup dengan HIV-AIDS (ODHA) terus meningkat, baik itu aktif maupun pasif, seperti kaum ibu dan anak-anak.
Seharusnya muncul pertanyaan mengapa hal ini bisa terjadi. Benar, telah dilakukan berbagai upaya penanggulangan HIV/AIDS ini, namun solusi yang diberikan pada hakikatnya belum menyentuh akar permasalahan.
Di satu sisi, pemerintah memberikan solusi, akan tetapi sumber yang memunculkan permasalahan HIV/AIDS ini tidak ditutup.
Sumber masalah munculnya HIV/AIDS ini tak lain adalah perilaku seks bebas yang tumbuh subur dalam sistem demokrasi. Sistem di mana HAM jadi rujukan, pelaku kemaksiatan, seperti seks bebas, LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, Transeksual), pengguna narkoba, dan lain sebagainya susah dikendalikan.
Masih segar dalam ingatan kita tentang perkawinan kaum homo di Bali beberapa waktu silam, yang kemudian disusul kejadian serupa di beberapa kota yang lainnya.
Fakta telah terpampang jelas di hadapan kita. Menurut data KPAN jumlah ODHA di Indonesia terus meningkat dari sekitar 404.600 pada tahun 2010 menjadi 813.720 pada tahun 2014.
Bahkan Indonesia didaulat sebagai negara Asia Pasifik yang menjadi endemik pertumbuhan HIV/AIDS tercepat. Angka tersebut berpotensi akan terus menanjak ketika tidak segera diambil solusi mendasar untuk menanggulanginya.
Jelaslah bahwa sistem demokrasi ini telah gagal dalam mencegah dan menanggulangi HIV/AIDS secara tuntas dari akarnya.
Sebagai negeri yang mayoritas berpenduduk Muslim ini, sudah selayaknya Indonesia melihat kepada Islam. Sistem yang tidak hanya mengatur ibadah ritual saja tetapi juga seluruh aktivitas manusia.
Islam melarang zina, menutup pintu seks bebas. Semua aturan dalam Islam menghindarkan orang dari jalan tersesat. Bahkan, sesungguhnya menyelamatkan pelakunya sendiri. Berzina, ikhtilat (bersampur lawan jenis), perintah menutup aurat, menundukkan pandangan, dan sebagainya.
Dengan mekanisme sistem Islam yang menangani permasalahan dari akar, masalah HIV/AIDS akan bisa segera dituntaskan. Maka, marilah jadikan Islam ini sebagai rujukan dan pilihan. Rujukan untuk segala sumber hukum.*
Ilfa Al Adibah
Guru Bahasa Arab “Kampung Inggris” Pare, Kediri