Oleh: Muh. Nurhidayat
DI puncak kekuasaannya, Soeharto sangat represif kepada umat Islam. Padahal sebagai penduduk mayoritas NKRI, kaum muslimin telah berjasa besar dalam menaikkan Soeharto di kursi presiden. Umat Islam pun merestui mantan tentara KNIL itu sebagai penguasa orde baru. Begitu bencinya terhadap agama yang diajarkan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam, sampai-sampai kepada presiden AS, ia berkata, “Our common enemy is Islam.”
Salah satu bentuk represivitas Soeharto adalah pelarangan kepada para muslimah untuk berhijab. Saat itu, banyak siswi yang dikeluarkan dari sekolah, mahasiswi yang dilarang kuliah, serta karyawati yang dipecat oleh kantornya, karena mereka berhijab. Malah tidak sedikit di antara wanita berhijab yang dicemooh dengan olokan “fundamentalis”, “ekstrimis”, serta julukan-julukan buruk lainnya.
Padahal hijab adalah realisasi ketaatan para wanita muslimah dalam menjalankan ajaran agamanya, yang dilindungi oleh Pasal 29 UUD 1945. Piagam HAM se-dunia yang disahkan PBB pada 10 Desember 1948, juga melindungi setiap orang untuk menjalankan ajaran agamanya.
Baca: Mantan Biarawati: Di Katolik juga ada Perintah Menutup Aura
Bahkan dalam ajaran Islam, hijab bukan hanya sebatas hak asasi manusia (HAM) saja. Tetapi juga merupakan kewajiban asasi manusia (KAM) yang ditujukan kepada para muslimah. Perintah hijab tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Allah subhanahu wata’ala berfirman:
“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri orang-orang yang mukmin, ‘hendaklah mereka (berhijab dengan) menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka’. Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali (sebagai wanita m.erdeka), sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 59)
Selama periode 1970 hingga 1980-an, Islam menjadi target stigmatisasi dan represivitas orde baru. Pemerintah saat itu juga menyebut umat Islam yang terpelajar dan aktif berdakwah sebagai gerakan subversif dan bahaya ekstrim kanan. (Heryanto, 1999)
Represivitas pemerintah orde baru terhadap kaum muslimin berakhir pada awal 1990-an. Sejak saat itu, Soeharto mulai berbaik hati kepada umat Islam. Berbagai regulasi yang membuat senang warga mayoritas ini mulai diberlakukan. Salah satu kebijakan penting adalah penghapusan larangan berhijab bagi para siswi, mahasiswi, serta PNS wanita. (Husaini, 1997).
Baca: International Hijab Solidarity Day, Momentum Semakin Pede Berjilbab
Soeharto mulai bersahabat kepada kaum muslimin setelah ia sadar, bahwa kelompok tertentu yang anti Islam, yang selama ini ia perhatikan kariernya, bahkan diberi banyak jabatan strategis di pemerintahan, ternyata berkhianat dan mencoba melakukan kudeta (yang gagal) kepadaanya. (Husaini, 1997)
Dampak positif dari kebijakan Soeharto yang bersimpatik kepada umat Islam, adalah bermunculannya para muslimah berhijab, yang dimulai dengan para hijaber di kalangan siswi dan mahasiswi. Para aktivis rohis SMP – SMA, maupun lembaga dakwah kampus di berbagai kota giat mendakwahkan hijab bagi para siswi dan mahasiswi muslimah.
Bahkan sejak saat itu pula, putri sulung Soeharto yang bernama Siti Hardijanti alias Tutut, selalu memakai kerudung di luar rumah. Meskipun kerudung yang dipakainya bukan termasuk hijab syar’i (karena masih memperlihatkan sebagian rambut bagian depan), namun penampilan baru Tutut seakan menjadi legitimasi bagi kaum muslimah Indonesia, bahwa mereka tidak perlu khawatir lagi untuk berhijab. Toh anak presiden sendiri juga berkerudung. Dan para wanita berbusana muslimah tidak perlu lagi takut dituduh subversif atau dicap sebagai bahaya ekstrim kanan.
Masih pada awal 1990-an, seorang artis perempuan yang terkenal sopan berbusana ketika bermain film, memperoleh hidayah Allah subhanahu wata’ala untuk berhijab. Ia pun diminta instansi pemerintah untuk mejadi bintang iklan layanan masyarakat tentang pentingnya membayar pajak. Video klip iklan yang dibintangi artis berhijab itu pun setiap hari muncul di TVRI, satu-satunya saluran televisi di Indonesia saat itu.
Tidak hanya itu, video klipnya ketika menyanyikan lagu-lagu Islami pun sering ditayangkan oleh TVRI, baik pada program acara khusus musik maupun pada saat pergantian antar program acara.
Pada era orde baru, seseorang yang sering tampil dalam siaran TVRI, menunjukkan bahwa dia tidak ‘dimusuhi’, bahkan cenderung ‘disayangi’ oleh pemerintahan Soeharto. Adanya tayangan iklan pajak yang dibintangi sang artis berhijab seakan turut menambah ‘referensi’ bagi para muslimah Indonesia untuk semakin pede berhijab.
Ketika mulai mengudara pada 1991, stasiun televisi swasta milik Tutut, yaitu TPI, mulai menayangkan sejumlah sinetron dengan tokoh utama perempuannya adalah wanita shalehah yang berhijab.
Seiring dengan adanya fenomena kebebasan berhijab bagi para muslimah di negara ini, pada pertengahan dekade 1990-an, banyak da’i muda Indonesia yang kembali pulang ke tanah air, setelah lulus dari sejumlah perguruan tinggi di Saudi Arabia dan Mesir. Mereka giat mengkampanyekan keutamaan berhijab syar’i bagi para muslimah.
Maka sejak saat itu pula, mulai banyak muslimah yang berhijab syar’i (baik hijab besar saja, maupun hijab besar yang dilengkapi cadar). Pada awalnya, para pemakai hijab syar’i adalah para mahasiswi sekaligus aktivis dakwah kampus dari sejumlah perguruan tinggi ternama, yang tersebar di berbagai kota besar.
Selain itu, pada awal dekade 2000-an, seorang artis perempuan terkenal yang pernah menjadi pemeran film khusus dewasa, bertaubat atas kehendak Allah subhanahu wata’ala. Ia tidak mau lagi bermain dalam film yang merendahkan harkat dan martabat wanita. Tidak hanya itu, lebih spektakuler lagi, dengan mantap ia membuat keputusan untuk berhijab.
Sang artis berani menolak tawaran main sinetron dan membintangi iklan yang mengharuskannya melepas hijab, meskipun harus kehilangan peluang mendapat honorarium yang besar. Baginya, rezeki sudah diatur oleh Allah subhanahu wata’ala. Apalagi, dengan berhijab, ia yakin akan memperoleh rezeki yang lebih berkah dari-Nya.
Keyakinan sang artis berhijab tersebut mengingatkan kita akan janji Allah subhanahu wata’ala:
“Dan barangsiapa mentaati Allah dan rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kremenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab : 71).* klik >>>> [BERSAMBUNG]