JIKA meninjau tujuan dari penciptaan alam dan pengiriman rosul ternyata itu semua hanya untuk kemaslahatan manusia. Oleh karenanya, rekonstruksi manusia dinilai amatlah urgen dalam kebangkitan suatu umat. Rosulullah sendiri telah memberi contoh bagaimana kita bagaimana membangun sebuah peradaban. Pada awal dakwahnya beliau pernah ditawarkan harta, jabatan, tahta hingga wanita namun beliau menolak semuanya dan lebih berkonsenterasi membina umat dan pengikutnya karena kemajuan Islam tidak hanya ditopang oleh poin-poin di atas namun yang terpenting adalah integritas para pemeluknya.
Solusi Rekonstruksi Umat
Dalam mewujudkan rekonstruksi jiwa setidaknya ada beberapa cara yang dapat ditempuh.
Pertama, selalu bermurôqobah.
Murôqobahadalah wujud lain dari ihsan yaitu kita beraktifitas dan beribadah seakan merasakan keberadaan Allah bersama kita, ketika itu belum kita rasakan maka upayakan untuk selalu mengingat dan merasa bahwa Allah mengawasi seluruh gerak-gerik kita. Senada dengan hal ini, ketika manusia menjalani seluruh aturan atau undang-undang bukanlah karena adapolisi atau badan pengawas saja namun itu dilakukan berkesinambungan baik dengan adanya mereka ataupun tidak, karena ia yakin bahwa semua aktifitasnya akan selalu di awasi oleh Dzat yang maha melihat dan memperhatikan (bashîr dan raqîb) yaitu Allah Subhanahu Wata’ala. Hal ini sebenarnya telah dicontohkan oleh generasi sholeh kita terdahulu.
Imam Abu Daud pernah meriwayatkan bahwa suatu ketika nabi mampir ke rumah sahabatnya Abu Mas’ud, ketika masuk ternyata dia sedang memukul hambanya. Melihat hal itu nabi memperingatinya bahwa Allah juga mampu untuk berbuat hal yang sama kepadamu lalu nabi berpesan;“Sesungguhnya Allah pada hari kiamat akan mengazab siapa saja yang mengazab manusia.” Sejak saat itu sahabat Abu Mas’ud selalu bermurôqobah dalam kesehariannya.
Pendidikan murôqobah juga hendaknya diterapkan sejak usia dini, dimana pengaruhnya akan sangat besar dirasakan pada masa depan kelak. Imam al-Junaid menyatakan ungkapan terima kasih kepada pamannya (Imam Sirri al-Sakhti) atas wasiatnya dimana manfaatnya sangat beliau rasakan seumur hidup.
Suatu saat Imam Sirri al-Sakhti pernah berkata padanya; “Wahai anakku, jika engkau hendak tidur maka katakan dan renungilah:“Allah ma’i (Allah selalu bersamaku), Allah nâdhirun ilayya (Allah selalu melihatku), Allah qâdirun ‘alayya(Allah mampu berbuat padaku seperti apa yang aku perbuat).”
Jadikanlah itu rutinitasmu dan janganlah engkau tidur sebelum engkau mengulang-ulangi kata tersebut hingga kamu terlelap”. Sayapun melaksanakan anjuran itu hingga akhirnya saya merasakan cahaya yang berasal dari hati dan mendapatkanmurôqobahyang bersumber dari sanubari.
Suatu ketika Syeikh Asyraf Hamid Hasanain pernah ditanya, bukankah dalam al-Quran Allah berjanji bahwa shalat dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar, namun mengapa kita sering mendapati orang Islam selalu melaksanakan sholat namun tak jarang berbuat maksiat dan kemungkaran? Sambil tersenyum beliau menjawab bahwa shalat tidak akan memberi manfaat jika hanya menjadi ritual harian tanpa memahami intinya, karena inti shalat jelas tertulis pada lanjutan ayat tersebut yaitu murôqobah dan zikrullah (selalu mengingat Allah).
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan munkar. dan Sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut:45).