Hidayatullah.com- Jika adab dijalankan, maka akan muncul keberkahan, sebagaimana keberkahan dari kitab-kitab para ulama yang sampai saat ini masih terus dinikmati umat Islam di dunia, karena ditulis dengan adab yang tinggi.
“Kitab-kitab para ulama seperti Adabul Mufrad, Riyadus Shalihin, Ihya Ulumuddin serta kitab-kitab lainnya, ketika dibaca seperti menyentuh, karena mereka menulisnya dengan adab, yaitu dalam keadaan suci, ikhlas, tulus, sehingga membawa berkah dan dapat terus dibaca,” tutur Adian Husaini dalam sesi bedah buku Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab.
Kegiatan “Bedah Buku Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab dan Launching MIUMI Solo Raya” yang diselenggarakan oleh MIUMI (Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia), INSISTS (Institute for The Study of Islamic Thougt and Civilization), PSPI (Pusat Studi Peradaban Islam), Mahad `Aly Imam al Ghazally dan DKM Masjid Insan Mulia. Acara ini menghadirkan Dr. Adian Husaini, MA, dan Muhammad Isa Anshory, MPI, pada Sabtu (23/01/2016) di Masjid Insan Mulia, Solo, Jawa Tengah.
Menurut Adian, anak-anak saat ini terlalu lama dididik menjadi anak, dan lambat menjadi dewasa. Sehingga masa perkembangan dan kematangan tubuh serta psikologinya yang seharusnya sudah dewasa kurang dimanfaatkan.
“Anak-anak sekarang dididik untuk lambat dewasa. Keahliannya hanya dalam menjawab soal-soal ujian, tapi tidak menjawab soal-soal kehidupan. KH. Imam Zarkasyi mendirikan pondok Gontor umur 16 tahun, M. Natsir umur 19 tahun berdebat dengan seorang pendeta di koran, Buya Hamka berpidato pada Muktamar Muhammadiyah di Bukit Tinggi umur 20 tahun,” tegas Adian Husaini, Ketua program Pascasarjana dan Doktor Pendidikan Islam, Universitas Ibnu Khaldun Bogor.
Permasalahan penting yang juga beliau temukan terjadi pada guru atau pun orang tua saat ini, yaitu hilangnya adab pada guru itu sendiri. Guru kurang mampu membedakan antara mendidik dan mengajar, serta bagaimana seharusnya memberikan pendidikan yang baik dan benar kepada anak.
“Guru itu mendidik dengan menanamkan adab dan keadilan, sehingga butuh hikmah. Bukan hanya sekedar mengajar untuk menyelesaikan tuntutan administrasi. Hikmah itu membimbing menjadi bijak dalam bersikap, mana yang seharusnya lebih dahulu diberikan sesuai dengan kemampuan dan kadarnya, sehingga menjadikan manusia beradab,” terang Adian.
Adian juga menambahkan bahwa, “Konsep-konsep Barat yang datang ke dunia Islam, yang dihancurkan adalah adab. Melalui Human Right, pluralisme, feminisme dan lainnya.”
Adab-adab seperti adab kepada Allah, Rasulullah, hingga diri sendiri, dihancurkan oleh konsep-konsep yang diimpor Barat ke dalam dunia Islam. Umat Islam jika terserang konsep pluralisme, maka hilanglah adabnya kepada Allah dan Rasul-Nya, karena menentang kebenaran dari rukun imannya.
Manusia ketika terpengaruh dengan konsep Human Right, maka hilanglah adabnya kepada diri dan sesama, karena ia membenarkan kesalahan manusia yang melakukan lesbi dan homoseksual. Konsep ini khususnya banyak masuk dalam kurikulum pendidikan di Indonesia.
Pada sesi perkenalan tentang MIUMI Solo Raya, Muhammad Isa Anshory, penulis buku Mengkristenkan Jawa: Dukungan Pemerintah Kolonial Belanda terhadap Penetrasi Misi Kristen, memberikan komentar terhadap buku yang ditulis oleh Adian Husaini Mewujudkan Indonesia Adil dan Beradab, yang merupakan satu dari lima buku yang baru beberapa waktu lalu, secara bersamaan beliau luncurkan.
Menurut Isa, buku ini sangat layak dibaca oleh semua kalangan pejabat, akademis, hingga masyarakat umum sekalipun. Sebab buku tersebut menjelaskan tentang konsep adab yang menjadi ide besar seorang intelektual Islam dunia, Profesor. Dr. Muhammad Syed Naquib al Attas, yang sejalan dan sesuai dengan konsep kenegaraan yang dibangun oleh pendiri bangsa di Indonesia.
Khususnya bagi umat Islam dan aktivis Islam di Indonesia, Muhammad Isa Ansory mengingatkan bahwa dalam buku tersebut diuraikan bagaimana sejarah dan pemikiran tokoh-tokoh Islam Nasional, yang banyak mewarnai perumusan dan berdirinya negara Indonesia, serta peran dakwah mereka yang cukup besar di Indonesia, seperti M. Natsir, KH. Agus Salim, Wahid Hasyim, Buya Hamka dan lainnya, sangat penting untuk dikaji sejarah dan pemikirannya, sehingga kita bisa mendapatkan pemahaman dan tidak kehilangan jejak perjuangan yang lebih kontekstual di negeri sendiri.
“Jangan sampai kita tidak lebih mengenal tokoh-tokoh Islam di Indonesia. Mengenal tokoh-tokoh Islam dunia itu baik, seharusnya disempurnakan dengan pengenalan mereka kepada tokoh-tokoh Islam di Indonesia yang lebih dekat dan hidup pada realitas perjuangan di negeri kita,” ungkap Isa Anshory, Ketua MIUMI Kota Solo di hadapan sekitar 100 peserta yang terdiri tokoh Islam, akademisi dan masyarakat.*/Laporan Bambang Galih S (Solo)