Hidayatullah.com–Presiden Mesir Hosni Mubarak dan jajaran pemerintahannya menyatakan, amandemen UUD yang mereka usulkan itu akan sangat berguna bagi penegakan demokrasi. Namun, kelompok oposisi yakin amandemen tersebut hanya akan membuat proses demokrasi berjalan mundur.
Kelompok pertama yang muncul untuk memberikan suara dalam referendum tersebut adalah para pegawai pemerintah. Sekitar 36 juta pemilih yang terdaftar diharapkan memberikan suara dalam referendum tersebut.
"Tentu saya akan memilih amandemen. Bukankah presiden yang mengusulkan amandemen tersebut?" ujar Said, salah seorang pegawai pemerintah yang memberikan suara di pusat Kota Kairo kemarin.
Menurut para pengamat, referendum tersebut terbilang cepat. Sebab, Mubarak baru memasukkan proposal amandemen 34 pasal UUD tersebut pekan lalu. Kini, amandemen tersebut sudah direferendumkan. "Amandemen itu akan berdampak positif dalam kehidupan politik Mesir, terutama dalam aktivitas partai. Amandemen juga berfungsi menghentikan eksploitasi agama serta politik ilegal dalam partai," ujar Mubarak menjelang referendum.
Namun, kelompok oposisi mengingatkan agar masyarakat tidak mudah percaya pada janji-janji manis demokrasi Mubarak. Menurut mereka, amandemen yang diusulkan itu tidak akan banyak mengubah UUD yang saat ini berlaku. Karena itu, kelompok oposisi Persaudaraan Muslim memilih memboikot referendum tersebut. "Apa pun hasilnya, rezim (Mubarak) akan tetap diuntungkan," tegas mereka.
Secara keseluruhan, referendum yang didukung AS itu sepi pemilih. Kemarin, hingga dua jam sejak dibuka, tempat pemungutan suara (TPS) Manial, Kairo, belum menerima satu pun suara. Sebagian besar warga enggan terlibat dalam referendum yang sejak awal menebarkan aroma curang itu. "Buat apa memilih? Toh, memilih ’tidak’ pun hasilnya akan tetap ’ya’," ujar salah seorang warga.
Protes Amandemen
Sementara itu, serangkaian oikot dan penangkapan mewarnai referendum Mesir kemarin. Warga Mesir lamban memberikan suara, Senin (26/3), dalam sebuah referendum mengenai amendemen konstitusi yang dikecam oposisi sebagai penipuan dan kemunduran demokrasi.
Sekelompok partai oposisi menyerukan boikot, yang membuat referendum sebagai ujian atas dukungan program pemerintah yang secara bertahap memperkenalkan pembatasan reformasi politik.
Tempat-tempat pemungutan suara (TPS), di Ibukota Kairo tampak kosong beberapa jam setelah pemungutan suara dimulai, kecuali sebuah TPS di wilayah Helwan, saat pemerintah menggunakan empat bus untuk mendatangkan para pekerja perusahaan pemerintah.
Blok oposisi terbesar, Persaudaraan Muslim, sebelumnya mengatakan akan menggelar aksi demonstrasi meskipun ada larangan pemerintah.
Hal ini meningkatkan kekhawatiran akan munculnya bentrok dengan polisi seperti pada kejadian Mei 2005 saat referendum perubahan konstitusi.
Pada malam menjelang pemungutan suara, putera Presiden Hosni Mubarak, Gamal Mubarak mendesak rakyat untuk memberikan suaranya.
Gamal yang juga kepala pembuat kebijakan partai berkuasa, Partai Demokrat Nasional itu juga mengatakan 34 amandemen merupakan langkah yang sangat penting dalam reformasi di bidang politik.
Sebelumnya, pasukan keamanan Mesir, Ahad (25/3), menangkap sedikitnya 19 aktivis yang menentang reformasi konstitusi yang diadakan lewat referendum publik itu.
Beberapa anggota gerakan nasional Mesir untuk perubahan, Kefaya, dan para pemimpin oposisi melakukan aksi protes di depan sekretariat Persatuan Wartawan Mesir di pusat Kota Kairo, menyerukan kepada masyarakat agar memboikot referendum yang menyangkut amandemen terhadap 34 pasal konstitusi Mesir.
Ferakan Ikhwanul Muslimin dan Kefaya, organisasi yang dilarang Pemerintah Mesir, melakukan sejumlah protes secara nasional.
Menurut para pengritik, warga tidak akan lagi mendapat perlindungan atas pelanggaran hak oleh negara, dan kesempatan untuk berpartisipasi secara politis akan dibatasi. ". [ap/afp/cha]