Hidayatullah.com–Ribuan rakyat Kirgistan yang muak dengan korupsi melakukan demonstrasi. Mereka semakin marah ketika pihak keamanan pemerintah, Rabu (7/4), menembaki puluhan orang dan melukai ratusan lainnya.
Menteri Kesehatan menyebutkan, 40 orang tewas, dan lebih dari 400 lainnya luka-luka. Sementara menurut Toktoim Umetalieva, sedikitnya 100 orang tewas.
Para demonstran berhasil menduduki markas besar keamanan nasional, sebuah stasiun televisi pemerintah dan kantor-kantor penting lainnya. Mereka mendapat perlawanan dari pasukan keamanan yang mendukung Presiden Kurmanbek Bakiyev, yang kini tidak diketahui keberadaannya.
Menurut laporan, reporter Associated Press melihat pemimpin oposisi, Keneshbek Duishebayev, menduduki kantor pusat keamanan nasional yang dulunya adalah kantor KGB. Ia memberikan komando kepada para intelijen dan pasukan khusus yang tidak berseragam.
Kepada AP ia berkata, “Kami telah membentuk unit-unit untuk memulihkan keadaan” di jalan-jalan. Dia juga mengatakan, kemungkinan Bakiyev telah melarikan diri ke Osh, kota terbesar kedua di Kirgistan, karena Bakiyev memiliki rumah di sana.
Sebuah revolusi diproklamirkan oleh para pemimpin oposisi, yang menuntut penutupan pangkalan angkatan udara AS di Manas. Pangkalan itu adalah tempat transit sangat penting untuk menyuplai logistik tentara AS di Afghanistan.
Sejak menduduki kursi presiden tahun 2005, Bakiyev selalu mendapat protes dari gerakan yang dikenal dengan Revolusi Tulip. Bagaimana tidak, ketika kekuasaan digengam, dia justru memperkaya diri dan keluarganya. Sanak kerabat, termasuk putra-putranya, diberi jabatan empuk. Korupsi dan nepotisme marak. Dua tahun terakhir, media di Kirgistan mulai dibungkam. Mereka terus menerus mendapat intimidasi dan menjadi target dengan alasan melakukan kejahatan politik.
Banyak dari para pemimpin oposisi, dulunya adalah pendukung dan sekutu Bakiyev. Sebagian di antaranya bekas menteri dan diplomat.
Kebanyakan demonstran adalah para pria yang berasal dari desa-desa miskin, warga ibukota dan pekerja bangunan. Demonstrasi mereka tidak ada kaitannya dengan Islam, karena orang-orang Kirgistan kebanyakan sekular. Mereka menuntut agar pangkalan militer Manas ditutup, karena dianggap akan membahayakan Kirgistan, jika AS terlibat konflik militer dengan Iran.
Jurubicara Departemen Luar Negeri AS, PJ Crowley mengatakan, Amerika Serikat menghimbau agar semua pihak menghormati hukum. Ia mengatakan pihaknya paham dengan keinginan rakyat Kirgistan, namun menurutnya, hal tersebut harus dilakukan secara damai.
Perdana Menteri Kirgistan Daniyar Usenov menuding kelompok oposisi mendapat dukungan dari Rusia. Namun Vladimir Putin membantahnya.
“Pejabat-pejabat Rusia tidak terlibat masalah ini,” katanya di kota Smolensk. “Secara pribadi, kejadian ini membuat saya sangat terkejut,” tambahnya.
Sejak abad ke-19, ketika Inggris dan Rusia bersaing ketat memperebutkan akses ke India, Kirgistan menjadi kunci masuk ke Asia. Wilayah itu menjadi akses negara-negara Barat untuk menguasai sumber-sumber energi dan jalur perdagangan. Sejak invasi Amerika Serikat dan sekutunya ke Afghanistan, wilayah itu menjadi rute penyaluran logistik pasukan Barat.
Pangkalan angkatan udara Manas, memegang peran kunci bagi militer AS dan sekutunya. Terutama setelah pangkalan militer K2 di Uzbekistan ditutup.
Presiden Kurmanbek Bakiyev, yang memimpin salah satu negera termiskin di wilayah itu, sebelumnya meminta tambahan uang sewa yang cukup signifikan atas pangkalan Manas kepada AS. Namun, pada tahun 2009 ia mengumumkan pangkalan itu akan ditutup, setelah mendapat janji manis dari Rusia yang akan mengucurkan banyak bantuan finansial.
Hal tersebut membuat Presiden Obama langsung turun tangan. Ia melakukan intervensi langsung, mengupayakan agar Manas tetap terbuka bagi militer AS. Akhirnya disepakati, Manas hanya menjadi “tempat transit” saja.
Naik-turunnya hubungan dengan Kirgistan membuat negara-negara Barat resah. Selain takut akses terhadap sumber-sumber daya alam dan energi terhalang, mereka juga takut pejuang-pejuang Islam akan semakin menyebar di sana. Ditambah lagi, ada Rusia dan China yang juga ingin menancapkan pengaruhnya di Kirgistan. [di/ap/bbc/hidayatullah.com]