Hidayatullah.com–Kepala Kepolisian Dubai mengatakan hari Senin (11/10) bahwa seorang tersangka besar dalam pembunuhan komandan Hamas Mahmoud al-Mabhouh telah ditangkap di sebuah negara Barat sejak dua bulan lalu. Namun pihak berwenang di negara tersebut menolak untuk mengungkapkannya ke publik.
“Tersangka yang ditangkap memainkan peran kunci dalam pembunuhan itu, namun kami diberitahu oleh duta besarnya dalam sebuah pertemuan, bahwa mereka tidak bermaksud mengungkap informasi tersebut,” kata Letjen Dahi Khalfan Tamim, yang menolak untuk membeberkan lebih lanjut identitas tersangka.
Negara yang menangkap tersangka belum diketahui pasti negara Eropa. Menurut Tamim, para penyidik di negara tersebut masih menelusuri lebih lanjut informasi yang mereka dapatkan.
“Saya tidak bisa menjelaskan mengapa mereka tidak ingin mengungkapkannya ke publik. Tapi, perlu adanya transparansi yang lebih dalam kasus ini,” katanya.
“Mengapa setiap kali seorang warga Israel terlibat kejahatan, semua orang lantas bungkam?” tegasnya dalam tanda tanya.
“Kami menginginkan agar siapa pun yang ikut menangani kasus ini memandanganya sebagai masalah keamanan, dan tidak memikirkan tentang pertimbangan-pertimbangan lain,” tandasnya.
Belum jelas apakah negara Barat itu masih menahan tersangka.
Pada bulan Agustus pihak berwenang Jerman mengatakan bahwa mereka menahan seorang tersangka, setelah dia diekstradisi dari Polandia. Namun beberapa hari kemudian dilepaskan, dan para pejabat ditekan untuk menyangkal bahwa ada motif politik di balik pembebasan tersangka itu.
Uri Brodsky, nama tersangka yang dicurigai sebagai agen Mossad, dituduh membantu membuat paspor Jerman bagi para tersangka pembunuhan. Pihak Kehakiman ingin menjeratnya dengan tuduhan bekerjasama dengan agen asing dan pemalsuan dokumen. Namun pengadilan Polandia mengatakan, ia baru bisa dijerat hukum jika diekstradisi dari Polandia. Sehingga membuka kemungkinan untuk mendapatkan pembebasan dengan jaminan dan bukannya kurungan.
Uri Brodsky ditangkap di Warsawa karena ada surat penangkapan yang dikeluarkan oleh Jerman, terkait kasus pembunuhan Al-Mabhouh.
Polandia setuju untuk mengekstradisi pria itu, namun kemudian dia dibebaskan oleh sebuah pengadilan Jerman. Brodsky lantas terbang kembali ke Israel dan sejak itu bebas berkeliaran di tempat umum.
Wall Street Journal pada hari Jumat pekan lalu melaporkan bahwa kemungkinan para penyidik akan kembali ke titik nol, setelah identitas Christopher Lockwood, 62, salah seorang tersangka yang diyakini memakai identitas asli, diragukan.
WSJ menyebutkan bahwa Lockwood mengubah namanya dari Yehuda Lustig pada tahun 1994. Lustig adalah seorang prajurit muda Israel yang memiliki dua kewarganegaraan dan diyakini tewas dalam pertempuran antara Arab dan Israel tahun 1973.
Berita tersebut menyulut kemarahan dari pihak keluarga Lustig, karena pria asal Inggris itu dianggap menyalahgunakan identitas anak mereka.
“Kami ingin berhadapan langsung dengan siapapun yang menggunakan identitas putra kami yang telah wafat tanpa pemberitahuan,” demikian bunyi pernyataan pihak keluarga Lustig sebagaimana dikutip The National (12/10).
Terkait dengan dugaan agen Mossad terlibat dalam pembunuhan itu, mereka menyatakan, “Dengan segala hormat atas keamanan nasional, ini merupakan sebuah tindakan yang ceroboh dan bodoh.”
Anehnya, laporan WSJ yang mengungkapkan temuan itu tidak mendapat tanggapan apapun dari pihak berwenang Israel. Mereka bungkam.
Dengan dilepasnya seorang tersangka oleh pihak berwenang Jerman dan kini seorang tersangka lain sengaja disembunyikan identitasnya, maka pertanyaan yang muncul adalah, mengapa negara-negara Barat sepertinya menghalangi upaya pengungkapan kasus yang melibatkan Israel ini? Seakan mereka bersekongkol untuk menutupi jejak para pembunuh.
Terungkapnya kasus pembunuhan Al-Mabhouh yang diyakini dilakukan oleh agen-agen Mossad, juga memunculkan berbagai spekulasi tentang pencopotan pimpinan agen teliksandi Israel yang digadang-gadangkan paling canggih sedunia itu. Reputasi Meir Dagan dianggap sudah tercoreng dan pantas diganti.
Sebagian pengamat Israel mengatakan, teliksandi mereka yang dikenal canggih mengalami ‘blunder’.
Haaretz yang mengutip seorang pengamat Mossad Michal Bar-Zohar, dalam laporannya bulan Agustus menyebut bahwa organisasi mata-mata Israel itu sekarang sedang terlalu percaya diri sehingga melakukan banyak kesalahan.
“Kita merasa bahwa kita yang terbaik di dunia, sehingga kadang sifat amatir Israel menyusup ke dalam sistem,” kata Bar-Zohar. “Ini artinya mereka mengirim orang yang tidak berpengalaman sebagaimana seharusnya. Dan mereka yakin bahwa mereka tidak akan tertangkap atau teridentifikasi.”
Dalam masa kepemimpinan Meir Dagan pula, intelijen Israel, menurut Haaretz, dituding melakukan aksi mata-mata yang kurang akurat terhadap armada kemanusiaan Freedom Flotilla, di mana pasukan komando membantai 9 aktivis dan melukai puluhan orang lainnya pada bulan Mei silam.
Di masa lampau, Mossad pernah salah dalam membunuh orang di Lilleammer, Norwegia, pada tahun 1974. Mereka membunuh seorang pelayan yang disangka Ali Ahmed Salameh, tokoh yang dituding menjadi otak aksi pembunuhan atlet Israel di Olimpiade Jerman.
Dua agen Israel juga berhasil diringkus ketika berusaha meracuni Khaled Misyal di Yordania pada September 1997. Dan masih banyak kegagalan lain yang dilakukan Mossad, agen mata-mata yang katanya paling canggih sedunia. [di/tn/hrz/hidayatullah.com]