Hidayatullah.com–Setiap muslim saat ini seharusnya meneladani para ulama salaf dalam etika bermadzhab. Demikian salah satu nasihat Prof. Dr. Ahmad al-Hajji al-Kurdi kepada peserta daurah “Islam Wasathiyyah” Program Kaderisasi Ulama (PKU) Institut Studi Islam Darussalam (ISID) Gontor di Kuwait (28/05).
“Peganglah kuat-kuat madzhab anda, tapi jangan menjadi ta’shub”, ujarnya.
Menurutnya, madzhab yang bisa diikuti adalah empat madzhab yang telah popular.
Prof al-Kurdi juga memaparkan, sesungguhnya, dahulu ada ratusan mujtahid. Hanya saja mujtahid selain empat madzhab yang diikuti umat Islam saat ini, sudah tidak bisa diikuti. Karena, fatwa-fatwanya terputus disebabkan oleh kitab-kitabnya tidak sampai kepada generasi selanjutnya dan sebagaian diinviltrasi para ahli bid’ah.
Al-Kurdi mencontohkan madzhab Ja’fariyyah dan Zaidiyyah. Dua madzhab ini telah dimasuki orang-orang yang ingin merusak madzhab. Imam Ja’far dahulunya adalah seorang Hanafiyyah, kemudian dia menjadi mujtahid. Ketika meninggal fatwa-fatwanya tidak diteruskan oleh para muridnya. Dan ahli bid’ah dari rafidlah kemudian merusak, mengatasnamakan imam Ja’far.
Saat ini orang tidak bermadzhab tidak bisa dibenarkan. Ibaratnya kita yang bukan dokter akan mengobati suatu penyakit dengan mencari obat-obatan tersendiri tanpa petunjuk dokter. Seorang yang belum mencapai tingkat mujtahid mutlak tidak bisa ‘meracik’ masalah-masalah fikih.
Kecuali di zaman Rasulullah, umat Islam tidak bermadzhab. Karena langsung bertanya kepada Rasulullah SAW. Di zaman Rasulullah dan sahabat tidak ada perbedaan tajam, kalaw berbeda itu berbeda dalam ijithad sahabat, jelas Prof al-Kurdi.
Ikhtilaf (perbedaan pendapat) terjadi setelah masa Rasulullah SAW. Ikhtilaf ini sesuatu yang lumrah. Sebab Rasulullah SAW terkadang menjawab satu soal yang berbeda kepada para sahabat. Tapi bukan bertentangan.
Oleh sebab itu ikhtilaf dalam furu’iyyah sesungguhnya merupakan bagian dari keindahan Islam. Para ulama salaf tidak pernah mengajarkan untuk fanatis buta terhadap madzhabnya.
Taqlid pada satu madzhab, tegas Prof al-Kurdi perlu tapi dilarang untuk fanatik. Sebab, fanatisme madzhab fikih bukan etika ulama salaf, tapi karakter orang tidak berilmu. Fanatisme kepada madzhab fikih menimbulkan perpecahan yang tidak dikehendaki agama.
Adalah hal yang lumrah dalam tradisi ulama mujtahid untuk respek terhadap pendapat imam mujtahid yang lain. Dalam menyikapi ijtihad diperlukan beberapa cabang ilmu.
Orang-orang yang menolak untuk bermadzhab dengan dalil mengambil langsung dari al-Qur’an dan hadits jelas bukan tradisi salaf shalih, tutur Prof al-Kurdi. Menyikapi jama’ah yang menolak ini, Prof. al-Kurdi menghimbau untuk tidak mencaci, tapi mendakwahi.
Menurutnya, golongan tersebut sesungguhnya orang-orang baik, imannya kuat akan tetapi ada yang kurang dari ilmunya. Makanya mereka perlu diajak diskusi dengan santun agar ilmunya bertambah, pikirannya terbuka, seperti halnya yang dilakukan oleh para ulama, ujar Profesor asal Suriah tersebut.*/Laporan Kholili Hasib dari Kuwait.