Hidayatullah.com—Para wanita di Korea Selatan memiliki pendidikan yang semakin tinggi dibanding beberapa tahun silam. Namun, hal itu menjadi kendala tersendiri bagi mereka untuk menemukan pasangan hidup.
“Saya dengar jika kamu seorang perempuan dengan gelar master, maka lebih sulit untuk mengatur kencan dibanding jika kamu bergelar sarjana, karena adanya persepsi yang kurang menyenangkan terhadap ‘perempuan yang terlalu pintar’ di sini,” kata Lee, 24, seorang mahasiswi di Seoul yang enggan menyebutkan nama lengkapnya.
Menurut data statistik Korea, rata-rata usia nikah wanita dalam 20 tahun terakhir naik 4,1 menjadi usia 28,9 tahun. Dan hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri di kalangan orangtua atas putri-putri mereka.
“Anak perempuan saya usianya memasuki awal 30-an, usia yang dianggap terlambat kawin di sini,” kata seorang ibu yang hanya mau meyebutkan nama belakangnya, Ahn. Ia membawa putrinya ke salah satu biro jodoh yang banyak terdapat di Seoul.
“Saya khawatir, jika ia tidak menemukan pasangannya tahun ini, maka akan semakin sulit baginya untuk menikah di tahun-tahun mendatang. Jadi saya mendatangi agen bersamanya dan mendaftarkannya,” cerita Ahn, dikutip Reuters.
Di biro jodoh DUO, 26.000 anggotanya dapat memilih lima jenis keanggotaan dengan biaya mulai 1,08 juta won (sekitar USD971) hingga 8,8 juta won.
Untuk menarik minat lawan jenis, situs biro jodoh itu memasang informasi pendapatan pertahun klien pria dan wanitanya, demikian juga data profesional mereka.
“Dalam kencan buta, Anda tidak dapat sepenuhnya yakin berapa banyak informasi pribadi yang diberikan ke Anda itu akurat,” kata Yon Jun, jurubicara DUO.
Para pengritik mengatakan, industri biro jodoh itu hanya mengutamakan income, status dan materialisme. Sehingga muncul istilah “employage” (employment dan marriage), gabungan antara pekerjaan dan pernikahan.
“Jika ayah Anda bekerja di industri keuangan atau seorang pejabat adminstrasi tingkat tinggi, maka Anda akan dijodohkan dengan orang yang memiliki latar belakang sama lewat biro jodoh, memulai pernikahan sempurna dengan dukungan orangtua,” kata komedian Choi Hyo-jong, seorang presenter acara satir.
Secara menyeluruh industri biro jodoh di Korea Selatan bernilai 100 milyar won (USD88,79 juta), menurut koran Asia Business Daily. Sedangkan di tahun 2005 bernilai sekitar 50 milyar won.
Para pakar menilai, kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi yang keras juga mempengaruhinya.
“Dengan meningkatnya ketdakpastian dan kekhawatiran tentang beban masa depan yang membebani, konsep pernikahan menjadi alat untuk mempertahankan stasus sosial seseorang,” kata antropolog profesor Kim Hyun-mee dari Universitas Yonsei di Seoul.*