Hidayatullah.com—Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan memiliki bukti bahwa pasukan keamanan Burundi secara beramai-ramai memperkosa para wanita, ketika menggeledah rumah-rumah warga untuk mencari para tersangka pemimpin oposisi.
Pasukan keamanan memisahkan para wanita lalu memperkosa mereka, kata PBB, seraya menambahkan pihaknya telah mendokumentasikan 13 kasus.
Pasukan pemerintah itu juga menculik, menyiksa dan membunuh puluhan pemuda, kata PBB seperti dilaporkan BBC Jumat (15/1/2016).
Sementara itu, sebuah pengadilan di Burundi telah menghukum empat jenderal dengan penjara seumur hidup, karena keikutsertaan mereka dalam upaya menggulingkan Presiden Pierre Nkurunziza pada Mei 2015.
Sembilan perwira lainnya dipenjara 30 tahun, dan delapan prajurit –termasuk pengemudi dan pengawal– dipenjara lima tahun, karena terlibat kerusuhan yang dipicu pengumuman Nkurunziza akan mencalonkan diri sebagai presiden untuk ketiga kalinya.
Nkurunziza berhasil menjabat kembali sebagai presiden untuk periode ketiga lewat pemilu yang dipenuhi sengketa pada Juli 2015.
Baca juga: Hindari Aparat Demonstran Burundi Panjat Pagar Kedubes Amerika
Wakil Presiden Burundi Kabur Tinggalkan Negaranya
Pelanggaran-pelanggaran yang didokumentasi oleh PBB terjadi tidak lama setelah serangan pemberontak pada bulan Desember lalu atas tiga kamp militer di ibukota, Bujumbura, kata kepala urusan hak asasi manusia PBB Zeid Ra’ad Al-Hussein dalam pernyataannya.
PBB menyakini tentara Burundi membalas dendam atas serangan pemberontak itu.
Hussein menyeru agar dilakukan penyelidikan atas laporan tentang 9 kuburan massal yang ditemukan di dan sekitar Bujumbura. Dia juga memperingatkan tentang meningkatnya “dimensi pembersihan etnis” dalam masalah tersebut.
Sebagian saksi mengatakan bahwa kekerasan yang dilakukan oleh tentara Burundi diarahkan kepada orang-orang suku Tutsi.
Sejak kemerdekaan tahun 1962, Burundi mengalami ketegangan antara suku Tutsi (suku minoritas yang memeluk agama Islam dan ada juga yang Kristen) dan Hutu (suku mayoritas pemeluk Kristen).
Namun sebagian analis menilai konflik di Burundi itu bukan berlatar belakang etnis. Pasalnya, pemimpin kudeta yang gagal, mantan jenderal Godefroid Niyombare, yang sekarang dalam pelarian, berasal dari suku Hutu.
Para pendukung Niyombare, yang divonis penjara seumur hidup oleh Mahkamah Agung Burundi, berasal dari etnis campuran. Jenderal Cyrille Ndayikuriye, mantan menteri pertahanan, dan Hermenegilde Nimenya, seorang jenderal polisi, adalah orang Tutsi, sedangakan jenderal angkatan darat Zenon Ndabaneza dan Juneval Niyungeko orang Hutu.*