Hidayatullah.com—Demonstran di Paraguay membakar gedung kongres saat melakukan unjuk rasa menentang rancangan undang-undang yang akan memperbolehkan presiden dipilih kembali.
Rakyat yang marah menyerbu gedung parlemen, memecahkan kaca-kaca jendela dan merusak pagar.
Konstitusi tahun 1992, yang diberlakukan setelah 35 tahun negara Paraguay dipimpin seorang diktator, secara tegas membatasi bahwa seseorang hanya boleh menjabat presiden satu kali periode 5 tahun.
Namun, Horactio Cartes yang menjabat presiden saat ini berusaha mengubah peraturan itu dan ingin kembali dipilih sebagai presiden untuk periode kedua.
Demonstran tertangkap kamera foto sedang menghancurkan jendela-jendela gedung kongres di ibukota Asuncion hari Jumat (31/3/2017) malam dan menyulut api ke ke bagian dalam gedung itu.
Dilansir BBC dari kantor berita AFP, orang-orang yang marah itu “menyerbu” kantor-kantor politisi pendukung RUU tersebut.
Polisi mengerahkan personel dari kesatuan berkuda, menggunakan peluru karet serta water cannon untuk membubarkan massa. Media lokal melaporkan puluhan orang mengalami luka, termasuk pengunjuk rasa, politisi dan polisi.
Santi Carneri, seorang jurnalis di Asuncion, mengatakan kepada BBC bahwa gedung kongres terbakar selama lebih dari dua jam.
Dia mengatakan, di jalanan banyak terjadi baku hantam antara warga dengan petugas kepolisian. Kerusuhan itu merupakan yang terburuk sejak Paraguay menjadi negara demokrasi pada 1992.
Lewat Twitter, Presiden Cartes meminta agar rakyat tenang.
“Demokrasi bukan menaklukkan atau mempertahankan dengan kekerasan dan Anda bisa pastikan pemerintahan saat ini akan terus mengupayakan yang terbaik untuk mewujudkan ketertiban di republik ini,” katanya.
Kejaksaan Agung mengatakan mengikuti peristiwa itu secara seksama dan akan menyelidiki kekerasan yang terjadi.
Sebelumnya, rakyat turun ke jalan-jalan menyusul pertemuan tertutup 25 senator yang menyetujui RUU amandemen konstitusi.
Kongres (parlemen) Paraguay menggunakan sistem bikameral, yang terdiri dari senat (45 anggota) dan dewan perwakilan (80 anggota). Selain disetujui senat, RUU juga harus mendapatkan persetujuan dewan perwakilan. Saat ini partainya Presiden Cartes memegang mayoritas Dewan Perwakilan Paraguay.
Para penentang pengatakan RUU tersebut akan melemahkan institusi demokrasi di Paraguay.
Senator oposisi Desiree Masi berkata, “Kudeta sedang dilakukan. Kami akan melawan dan kami mengundang semua rakyat untuk melakukan perlawanan bersama kami.”
Paraguay dikendalikan oleh penguasa militer Jenderal Alfredo Strossner, yang merebut kepemimpinan lewat kudeta, dari tahun 1954 sampai 1989.
Konstitusi baru tahun 1992 melahirkan pemerintahan modern, tetapi instabilitas politik, pertikaian di dalam dan antarpartai, serta percobaan kudeta selalu mengganggu ketentraman bernegara.
Masa pemerintahan Presiden Cartes akan berakhir pada tahun 2018.
Jika RUU itu disetujui, maka dia dan presiden sebelumnya Fernando Lugo bisa mencalonkan diri kembali.
Lugo didepak dari kekuasaan pada 2012, menyusul kematian 17 orang dalam kasus penggusuran lahan. Namun, pendukungnya ingin agar dia menjabat lagi sebagai presiden.*