Hidayatullah.com—Mantan Kepala Hai’ah Amar Ma’ruf Nahi Munkar (Komisi untuk Kebajikan dan Pencegahan Kejahatan) Provinsi Makkah, Ahmed Qasim Al-Ghamdi, membolehkan Perayaan Valentine, menyamakan dengan Hari Nasional dan Hari Ibu. Bertolak belakang di hampir semua negara berpenduduk Muslim yang mengharamkannya.
“Semua ini adalah masalah sosial yang umum dimiliki oleh umat manusia dan bukan masalah agama yang memerlukan adanya bukti religius untuk mengizinkannya,” katanya sebagaimana dikutip Arab News.
Menggambarkan cinta sebagai perasaan alami, ia mengatakan bahwa Hari Valentine merayakan “aspek positif dari manusia.”
Al-Ghamdi mengatakan bahwa perayaan cinta tidak terbatas pada non-Muslim.
“Ada banyak hal duniawi yang kita hadapi secara moral yang mungkin menarik bagi komunitas non-Muslim dan menjadi lebih umum di kalangan komunitas Muslim karena popularitas mereka,” katanya, mengutip Nabi sebagai contohnya. “Nabi berurusan dengan banyak hal duniawi yang berasal dari non-Muslim.”
Dia menolak pandangan bahwa menandai hari itu adalah tiruan orang-orang non-Muslim dan berkata: “Bahkan menyapa orang-orang non-Muslim yang damai di hari libur khusus mereka diperbolehkan tanpa berpartisipasi dalam tindakan terlarang yang bertentangan dengan Islam.”
Al-Ghamdi menekankan dukungannya terhadap fatwa yang mengizinkan perayaan Hari Valentine dan pertukaran hadiah.
Namun pendapatnya ini banyak dibantah ulama dan dai-dai di Saudi. Termasuk Syeikh Saleh Al Luhaidan.
Sebagaimana diketahui, Ahmed Qasim Al-Ghamdi dikenal memiliki pikiran nyleneh dan ‘liberal’, tidak mencerminkan pandangan ulama Saudi, membuat yang bersangkutan dipecat dari Ha’iah Amr Ma’ruf.
Al-Ghamidi yang sempat menjabat Direktur Umum Lembaga Amar Ma’ruf Nahi Mungkar cabang Makkah al-Mukarramah dipecat karena dianggap telah menghina Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassallam.
Sebelumnya, tahun 2010, ia sempat menyatakan bahwa Nabi pernah bercampur baur dengan wanita asing (bukan mahram). Dengan arhmen ini al-Ghamidi membolehkan bercampurnya antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
Pernyataannya kala itu tidak hanya mendapat protes dari Amir Khalid bin Thalal bin Abdul Aziz. Tapi juga dari para ulama Saudi lain, baik dari dalam maupun luar kota Makkah.
Ramainya polemik soal Valentine ini, membuat seorang warga Indonesia, Abu Zakariyah Sutrisno, yang juga kandidat doktor di King Saud University Riyadh membuat catatan melalui di akun Facebook. Ia membenarkan Ahmed Qasim Al Ghamidy telah dikenal sejak lama dengan pemikiran-pemikiran anehnya.
Ia juga memberi catatan, tak setiap yang berjenggot dan berjubah di Saudi adalah ulama.
“Tidak setiap yang berjenggot dan berjubah di Saudi adalah ulama. Bisa saja dia adalah orang yang pemikirannya aneh tetapi berpenambilan seolah ulama atau da’i. Kadangkala media atau orang yang tidak faham membesar-besarkan pemberitaan dengan mengatakan bahwa ada ulama Saudi berpendapat demikian dan demikian. Padahal sejatinya bukan ulama.*/Sirajuddin Muslim