Hidayatullah.com — Sekjen Forum Umat Islam (FUI) Muhammad Al Khaththath menyeru pihak yang gemar menuding cita cita menegakkan syariah Islam sebagai gerakan makar dan radikal, agar tak menuduh secara serampangan. Menurutnya, tudingan sumir demikian merupakan kekhawatiran yang tak beralasan.
Di Indonesia, kata Khaththath, umat Islam merupakan mayoritas. Sehingga menurut dia sangat wajar jika ada kalangan dari umat Islam yang menghendaki tegaknya nilai nilai Islam di bumi nusantara ini. Harapan ditegakkannya syari’at Islam adalah cita-cita mulia dan tidak dapat dilepaskan dengan faktor historis berdirinya negeri Indonesia.
“Kalau keinginan itu dianggap sebagai konspirasi, sebagai sesuatu yang berbahaya, berarti para Sultan di zaman dahulu adalah orang-orang yang berbahaya,” ungkap Muhammad Al Khaththath dalam perbincangan dengan Hidayatullah.com, Rabu (7/12/2011).
Al Khaththath mencontohkan, Raden Fatah misalnya, adalah sultan dari Kerajaan Demak yang dikenal sebagai kerajaan Islam terbesar di pantai utara Jawa yang sangat getol melawan penjajah.
Demak sendiri sebelumnya merupakan keadipatian (kadipaten) dari kerajaan Majapahit, dan tercatat menjadi pelopor penyebaran agama Islam di pulau Jawa dan Indonesia pada umumnya.
Selain itu, lanjut dia, ada sosok Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma yang bergelar Sultan Agung Senapati-ing-Ngalaga Abdurrahman adalah Sultan ke-tiga Kesultanan Mataram telah ditetapkan menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden tahun 1975.
Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma adalah tipikal pemimpin dan pejuang anti-penjajah yang telah menolak mentah-mentah bekerjasama dengan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC), perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Tak hanya keduanya, bahkan sejak dulu sudah tersebar kesultanan Islam di hampir semua bagian nusantara.
“Syariat Islam itu cita cita dan diperjuangkan para Sultan, Apa tidak takut kualat menuduh mereka sebagai pembuat makar dan radikal. Kekhawatiran seperti itu seharusnya tidak perlu ada,” kata Khaththath mengimbuhkan.
Justru menurut Khaththath, adalah ahistoris apabila ada gerakan Islam yang menganggap gerakan dakwahnya berlandaskan spirit Walisongo, tapi malah sibuk menyebar tudingan dan merentangkan ukhuwah Islamiyah.
Selain itu, pihaknya khawatir jangan sampai umat Islam memang sengaja diadudomba oleh orang kafir dengan mencuatnya statemen yang tak berdasar dari tokoh tokoh Islam sendiri.
“Mudah-mudahan Pak Said Agil tidak benar menyatakan begitu, mungkin salah kutip wartawan saja,” harapnya.
Seperti diwartakan media, Ketua Umum PBNU KH Said Agil Siraj menyebut 12 yayasan Islam yang ditudingnya sebagai penebar benih radikalisme.
Diantaranya yang ditunjuk gerakan radikal itu Said Agil menyebut Yayasan Al Sofwa, Yayasan As-Sunnah, Yayasan Al-Fitrah, Yayasan Al-Faruq, Yayasan Ulil Albab, Yayasan Ihya Turats, dan Yayasan An-Nida.*