Hidayatullah.com–Sejak pemilihan kepala daerah digulirkan secara langsung di Indonesia ternyata 826 kepala daerah itu pecah kongsi dengan wakilnya. Data dari Kementerian Dalam Negeri menunjukkan bahwasanya dari keikutsertaan lebih dari 900 kepala daerah yang ada di Indonesia itu 94 persennya pecah kongsi, dan hanya 6 persen yang masih akur.
“Pemerintah itu ada perubahan dalam pemilihan. Itu ada satu paket. Gubernur dan wakil. Bupati dan wakil. Itu umumnya kepala daerah itu berasal dari partai yang berbeda. Data Kemendagri itu 94 persen pecah kongsi. Dari 828 itu yang pecah kongsi, dan 56 itu. Seperti teras narang. Itu ketika pecah kongsi itu berpengaruh terhadap pembangunan, dan berpengaruh ke birokrasi,” kata Djohermansyah dalam “Dialog Kenegaraan di Gedung DPD”, seperti dikutip KBRN, Rabu (13/3/2013).
Dengan sistem pilkada saat ini dan pecah kongsi, katanya, itu berimbas dan pelayanan jadi terganggu dan berpengaruh pendidikan politik.
“Dan bayangkan bila ada pecah kongsi. Bayangkan kalau ada spanduk itu foto hanya kepala daerah saja. Ini buruk karena pembanguinan. Itu tidur dalam musuh dalam selimut. Kalau ke Jakarta itu tidak bisa lama-lama. Sebab dia takut wakil itu ngacak-ngacak data, dan akan lapor polisi. Ini tidak sesuai UUD,” jelasnya.
“Pasal 6 ayat 1 itu presiden dan wakil presiden dipilih langsung. Dan mengenai pemilihan kepala daerah itu diatur dan UU Pemda. Itu pemerintahan yang tidak efektif dan tidak stabil. Ada 1 bulan, dan ada 6 bulan dan 1 tahun.”
Djohermansyah berkata, “oleh karena itu pemerintah mengajukan ke DPR untuk keefektifan pemerintah daerah. Kita usul tidak satu paket. Itu mono eksekutif dan itu yang dipilih kepalanya saja, bukan wakilnya. Memang perlu wakilnya? Memang perlu di daerah yang banyak penduduknya.”
Ia mengusulkan agar kepala daerah dipilih secara langsung, sedangkan wakilnya itu berasal dari PNS yang memiliki kompentensi dan kepangkatan tertentu.
“Wakil ini dipilih pemerintah, yang mengusulkan kepala daerah terpilih. Itu yang diusulkan kepala daerah. Kami tidak usul ke DPRD karena itu banyak kepentingan. Kami propesional dari PNS dan diukur dari pangkat, lamanya dan kajian profesional bukan.” *