Hidayatullah.com–Selain faktor pola asuh di masa kecil, penyebab terbesar seseorang terjangkit Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) adalah faktor ekonomi. Desakan kebutuhan domestik yang tidak diiringi kesabaran mencari penghasilan halal, sering membuat pelaku kembali ke komunitas LGBT.
Fakta tersebut didapati dr. Dewi Inong Irana Sp.KK, dokter di RSIA Restu Kasih, Jakarta Timur saat bertugas di hampir seluruh daerah di Indonesia.
Sebagai dokter Spesialis Kulit dan Kelamin (Sp.KK), Inong secara intensif memberi penyuluhan terhadap waria dan gay. Seks bebas diantara mereka memunculkan berbagai Penyakit Menular Seksual (PMS), termasuk HIV/AIDS.
Bekerjasama dengan sebuah LSM, Inong mendampingi para waria dan gay untuk sembuh. Selama bertahun-tahun, berbagai upaya dilakukan. Mulai dari pemahaman tentang kondom yang tidak bisa mencegah PMS dan HIV/AIDS, sampai pelatihan tata rias dan rambut. Dengan keterampilan yang dimiliki, diharapkan para waria dan gay hidup dari penghasilan halal.
Sayangnya, hanya beberapa bulan seusai pelatihan, mereka kembali ke kubangan yang sama. Menjajakan dirinya demi hidup layak yang diimpikan.
“Asal tahu saja, ya, yang betul-betul waria atau gay, cuma kurang dari dua persen. Yang lainnya jadi LGBT karena masalah sosial-ekonomi. Pingin dapat duit cepat,”tukas Inong pada simposium ”Pengaruh LGBT Terhadap Keluarga dan Ketahanan Nasional”, yang diselenggarakan di Gedung Prof. Dr. Satrio, RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat.
Fenomena yang sama Ia dapati pada lima orang LGBT lainnya. Secara berkala, kelima pasiennya itu berobat di lokasi Inong bertugas pada waktu itu, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta Pusat.
Pendampingan yang dilakukan Inong, berhasil membangun kesadaran mereka untuk sembuh. Mereka ingin menata hidup baru. Sayangnya, kesembuhan itu hanya bertahan beberapa bulan saja.
“Empat dari lima pasien saya kembali menjadi LGBT. Cuma satu yang benar-benar sembuh. Itu karena lingkungannya begitu bersahabat, penuh kasih dan terutama oleh teman-temannya, dia diberi pekerjaan,”ungkap Inong panjang lebar pada puluhan anggota Wadah Silaturahmi Muslimah (Wasilah) Wan TNI-Polwan.
Berdasarkan pengakuan keempat LGBT lainnya, Inong menemukan benang merah yang sama. Mereka sulit mendapat pekerjaan layak.
Selain faktor ketidaksabaran merintis karier, tidak sedikit penolakan masyarakat ditujukan pada mereka.
“Mereka bertanya, “Apakah dokter bisa kasih saya pekerjaan?” Tentu saya tidak bisa kasih pekerjaan.
Menurutnya, negara yang harus menyediakan ini. Karena itu, menurutnya ini pekerjaan besar pemerintah untuk mensejahterakan masyarakatnya, pungkas Inong.*