Hidayatullah.com– Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur, KH Abdusshomad Buchori optimistis materi taushiyah MUI Jatim terkait larangan salam lintas agama akan digunakan sebagai rujukan oleh Komisi Fatwa MUI Pusat.
Dalam imbauan MUI Jatim tersebut, ada banyak poin taushiyah yang disampaikan terkait salam lintas agama.
“Salam seluruh agama itu bukan merupakan wujud toleransi. Salam itu adalah tetap pada salamnya sendiri walaupun berhadapan dengan siapa pun dan lebih bagus ditambah dengan yang netral,” ujar Kiai Somad, sapaannya, saat ditemui wartawan di kantor MUI, Rabu (20/11/2019) kutip INI-Net di Jakarta.
“Misalnya kalau seorang pejabat Muslim atau tokoh mengucapkan ‘assalamualaikum’, ‘selamat pagi’ itu lebih bagus. Karena salam itu mengandung makna dalam pandangan aqidah Islam,” tambah ulama yang juga Ketua MUI Pusat Bidang Dakwah dan Pengembangan Masyarakat ini.
Baca: Soal Salam Lintas Agama, MUI Jatim: Muslim Cukup Ucapkan “Assalamu’alaikum…”
Diketahui, Komisi Fatwa MUI Pusat sedang mengkaji tentang salam lintas agama, setelah MUI Jatim mengeluarkan taushiyah terkait larangan salam lintas agama.
Kiai Somad berharap taushiyah MUI Jatim ini dapat mengkristal dan dibahas oleh para elite agar didudukkan masalahnya. Ini juga untuk menjaga keutuhan NKRI.
“Jadi, kalau salam diucapkan (sesuai agama) sendiri (dan dianggap) untuk meruntuhkan semangat kebangsaan, saya rasa enggak begitu,” katanya.
Ia menjelaskan, Komisi Fatwa MUI Pusat dalam penyusunan fatwa akan dibantu oleh Komisi Pengkajian Hukum dan Perundang-undangan. Selain itu, ada beberapa unsur yang diminta menulis untuk dikaji oleh Komisi Fatwa.
“Kami dari MUI Jatim sudah mempelajari ini. Sebab ini keputusan dari Rakernas NTB bahwa salam itu bukan ranah toleransi, toleransi itu adalah harus ada kesiapan untuk menerima perbedaan,” ujarnya.
Baca: INSISTS: Sudah Tepat MUI Imbau Muslim Tak Ucapkan Salam Agama Lain
Kiai Somad menjelaskan, taushiyah MUI Jatim tersebut bersifat imbauan, meskipun ada pihak yang mendukung dan tidak. Kiai Somad yakin akan ada fatwa tentang pengucapan salam ini.
“Nabi sendiri ketika salam disampaikan kepada non-Muslim. Tapi kalimat salamnya adalah salam Nabi, di mana Nabi mengucapkan kepada kaisar-kaisar Salaamun ‘alaa manit taba’al huda,” ujarnya.
Jadi tidak ada salam yang menjadi salam lintas agama. Kalau ada, disebutkan, itu hanya menurut gerakan pluralisme agama dan itu yang tidak boleh.*