Hidayatullah.com– Sejumlah organisasi, pergerakan, komunitas, dan pemuda menyesalkan keputusan Rapat Pleno Badan Legislasi (Baleg) DPR RI yang menetapkan draf Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sebagai usulan DPR RI.
Mereka berasal dari Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Forum Silaturahim Lembaga Dakwah Kampus (FSLDK) Indonesia dan Alianci Cerahkan Negeri (ACN), serta puluhan pemuda dari berbagai komunitas dan ormas. Mereka antara lain menilai bahwa norma agama tidak menjadi prioritas dalam penyusunan RUU TPKS.
Menyampaikan aspirasi dan sikap mereka atas keputusan Baleg DPR itu, berbagai komponen masyarakat tersebut melakukan aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta.
Ketua Umum KAMMI, Zaky Rivai menyatakan, aksi unjuk rasa kali ini merupakan respons ketidakberdayaan karena gagasan substantif dan masukan kunci atas penolakan RUU TPKS benar-benar diabaikan Baleg DPR RI.
“Sidang Baleg DPR RI menutup mata dan membungkam suara rakyat yang menginginkan agar RUU TPKS tidak dijadikan instrumentasi kebebasan seksual. Hal ini karena aspirasi untuk mengganti konsepsi kekerasan seksual dan mengubah perumusan tindak pidananya meliputi seluruh jenis kejahatan seksual benar-benar diabaikan,” ungkapnya sebagaimana keterangan tertulis diterima hidayatullah.com, Sabtu (11/12/2021).
Sepandangan dengan Zaky, Ketua FSLDK Indonesia Rapanca Indra Mukti juga memberi keterangannya.
“Kami sudah melihat sejauh mana RUU TPKS ini berjalan, dan pada akhirnya, kedzaliman ini jelas tampak adanya. Usulan dan tanggapan dalam tujuan memperbaiki isi substansial juga tidak dipedulikan. Poin terpenting adanya Norma Agama yang seharusnya menjadi titik awal perumusan segala bentuk aturan juga sudah tak menjadi prioritas di dalam penyusunan RUU TPKS. Sungguh ini adalah RUU yang tak bisa diterima dengan segala bentuk alasan,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa pandangan fraksi-fraksi dalam rapat pleno tersebut Baleg DPR ITU itu kontradiktif. Di satu sisi menginginkan agar RUU TPKS tidak bertentangan dengan norma agama dan Pancasila, namun di sisi lain menyetujui draf yang ditawarkan Panja.
“Padahal, konsepsi mendasar dari Kekerasan Seksual itu sendiri bertentangan dengan norma agama dan Pancasila karena berpokok pada asumsi doktrinal tentang ketidakadilan gender,” jelas Indram yang bertindak selaku Koordinator Unjuk Rasa, yang juga Koordinator ACN.
Sementara Ketua Satgas RUU TPKS KAMMI, Maya, menyatakan, penerbitan keputusan Baleg DPR RI tersebut adalah kesewenang-wenangan dari segelintir elite yang mengelabui pemahaman masyarakat Indonesia.
“Mereka membuat penyesatan bahwa RUU TPKS digunakan untuk melindungi korban perkosaan dan pelecehan seksual yang kita pahami. Padahal RUU TPKS bahkan tidak memuat pasal tentang penindakan perkosaan. Malahan dalam draf yang diusulkan ini ada dua pasal tong sampah yang isinya kriminalisasi 9 bulan penjara atau 4 tahun penjara yang bisa digunakan sebagai alat pelindungan kebebasan seksual karena melindungi keinginan seksual tanpa dijelaskan keinginan seksual mana yang dimaksud,” jelas Maya.
Baca: Mohon DPR Berkenan Mendengar Suara Ormas-ormas Islam tentang RUU TPKS
Hal ini, tambahnya, merupakan kematian akal sehat DPR RI yang seakan tidak mau tahu bagaimana paradigma masyarakat akan berubah dengan konsepsi RUU yang hanya berbasis pada doktrin sexual consent belaka.
Sebelumnya diketahui, sebagian besar fraksi di Baleg DPR RI menyetujui RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR. Berdasarkan hasil Rapat Pleno Baleg, cuma Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR.
Ketua Baleg DPR RI, Supratman Andi Agtas, dalam Rapat Pleno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (08/12/2021), menyampaikan ada tujuh fraksi yang menyetujui dan ada satu fraksi meminta untuk menunda bukan berarti tidak menyetujui meminta untuk ditunda. Dan satu fraksi menyatakan menolak yaitu PKS.
PKS menolak draf RUU TPKS, sebab, jelas Anggota Baleg DPR dari Fraksi PKS Al Muzzammil Yusuf, RUU TPKS bisa melegalkan perzinaan karena mengandung perizinan seksual.
Enam fraksi yang menyatakan setuju RUU TPKS menjadi RUU inisiatif DPR yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Gerindra, NasDem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN) tanpa memberikan catatan.
Sedangkan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) menyatakan setuju dengan memberikan catatan. PPP masih tak sepakat judul RUU TPKS dan meminta judul rancangan regulasi diubah menjadi RUU Tindak Pidana Seksual agar bisa mengatur pidana seksual tanpa kekerasan seperti penyimpangan seksual.*