Hidayatullah.com– Ketua Umum DPP Front Pembela Islam (FPI), Ustadz Shabri Lubis, menyebut Presiden Joko Widodo bukanlah orang kuat di Istana. Hal itu, terangnya, didasari terkait penyelesaian kasus kriminalisasi ulama dan aktivis Islam.
Ia menceritakan, sudah dua kali presiden Jokowi didatangi perwakilan tokoh Islam yang mengadukan persoalan tersebut. Pertama, setelah Hari Raya Idul Fitri tahun lalu dimana utusan GNPF MUI menyampaikan terkait kriminalisasi.
Waktu itu, kata Shabri, presiden sudah memerintahkan Menkopulhukam untuk menyelesaikan keluhan tersebut.
Namun, karena tidak ada kejelasan, perwakilan tokoh Islam yang tergabung dalam Tim 11 alumni 212 kembali menemui Jokowi di Istana Bogor, Jawa Barat, Ahad (22/04/2018) lalu untuk menyampaikan hal yang yang sama.
Menurutnya, dari peristiwa itu bisa dilihat bahwa di Istana terdapat banyak kubu, yakni ada yang setuju tuntaskan kasus kriminalisasi ulama dan aktivis, ada yang tidak setuju.
“Jadi Jokowi bukan orang kuat di Istana, walaupun dia berhak duduk di situ tapi dia bukan orang kuat, dia sulit ambil kebijakan karena orang-orang di lingkaran Istana seperti itu,” ujar Shabri kepada hidayatullah.com di Hotel Bidakara, Jakarta, belum lama ini.
Ia menilai, jika Presiden tegas menegakkan hukum, kasus kriminalisasi tersebut bisa selesai dengan baik.
“Tapi kalau ada yang memperpanjang kasus, ya lanjut,” ungkapnya.
“Itu yang kita bilang kalau dia (Presiden, Red) berani ambil langkah dia bisa sebenarnya, tapi mungkin tidak berani karena ada pihak-pihak yang anti Islam, wallahu alam sebenarnya seperti apa. Kenapa seperti itu harus lama-lama,” pungkas Shabri.
Sementara itu, mantan Penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masa jabatan 2005-2013 dan Ketua Umum Masyumi 1998-2004, Abdullah Hehamahua, mengkritik pertemuan Tim 11 alumni 212 –yang diwakili 6 orang– dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor tempo hari.
Aneh, menurutnya, kalau Tim 11 protes pertemuannya dipublikasikan dengan alasan bersifat rahasia.
“Maaf, saya sudah sering ke Istana sejak Soeharto sampai SBY. Tidak ada pertemuan dengan presiden yang bersifat rahasia,” tuturnya saat dihubungi hidayatullah.com, Sabtu (28/04/2018).
“Kalau mereka mau berpolitik seperti politik di Indonesia saat ini, sebaiknya mereka membaca dulu buku cerita silat Kho Ping Ho,” saran mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) era akhir 70-an ini.
Dalam cerita silat Kho Ping Ho, tuturnya, lawan mendatangi markas saingannya. Tamu diterima dengan baik bahkan dijamu secara kolosal. Bahkan tuan rumah berjanji akan memberi hukuman terhadap prajurit yang dilaporkan oleh tamu. Tamu pun jadi gembira. Ketika tamu kembali ke markas atau kampung mereka, di tengah jalan, mereka disergap oleh anak buah tuan rumah sampai mati semua.
Diberitakan sebelumnya, Tim 11 tersebut memprotes bocornya foto dan berita pertemuan mereka dengan Presiden Jokowi tersebut.* Yahya G Nasrullah, Andi