Hidayatullah.com—Rancangan Undang-Undang (RUU) Israel akan memperbolehkan pemukim ilegal terus bangun rumah di tanah Palestina, serta akan membatasi panggilan adzan masjid-masjid di wilayah penjajah Tepi Barat dan Jerusalem Timur.
Dalam sebuah tawaran kontroversial yang mengancam kebebasan minoritas Arab di wilayah penjajah, komite kementrian Israel kemarin memilih untuk mendukung undang-undang yang akan memperbolehkan pemukim ilegal Israel di Tepi Barat untuk tetap membangun rumah di atas tanah-tanah milik warga Palestina.
Undang-undang yang akan membatasi panggilan adzan dari masjid-masjid di wilayah tersebut juga disetunui, sebuah proposal pemerintah yang merupakan sebuah ancaman bagi kebebasan beragama.
Meskipun Pengadilan Tinggi Israel telah mengeluarkan keputusan bahwa pemerintah harus mengevakuasi lusinan keluarga pemukim ilegal dari pemukiman Amona dan mengembalikan tanahnya kepada warga Palestina yang memiliki tanah tersebut, para anggota dewan sayap kiri lebih menginginkan untuk membayar kompensasi dan membiarkan pemukim ilegal tetap tinggal.
Jaksa Umum Israel Avihai Mandelblit mengarakan dalam sebuah pernyataan bahwa RUU itu dalam bentuknya sekarang secara hukum cacat karena melanggar undang-undang hak pribadi dan tidak cocok dengan komitmen hukum internasional Israel.
“Jaksa umum mengatakan pada komite bahwa RUU itu tidak didasari prinsip dasar undang-undang hukum karena berlawanan dengan posisi negara yang harus menghargai keputusan pengadilan dalam kasus individu,” kata Mandelblit dikutip DailySabah, Selasa (15/11/2016).
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia mendukung RUU itu untuk membatasi volume panggilan adzan dari masjid-masjid.
Netanyahu, berbicara sebelum komite kementrian yang mengadopsi rancangan undang-undang itu, mengatakan dia akan mendukung langkah itu. RUU itu saat ini menghadapi tiga pembacaan di parlemen sebelum benar-benar menjadi undang-undang. Media Israel melaporkan bahwa RUU itu akan menghentikan penggunaan sistem umum bagi panggilan adzan.
Meskipun RUU itu berlaku bagi semua tempat ibadah, hal itu dipandang secara khusus menarget masjid. Kurang lebih 17,5 persen populasi Israel merupakan warga Arab, yang kebanyakan merupakan Muslim, mengatakan bahwa mayoritas pemukim ilegal Yahudi telah melakukan diskriminasi terhadap mereka. Jerusalem Timur juga mayoritas penduduknya warga Palestina dan panggilan adzan yang ditetapkan Otoritas Palestina dapat didengar di seluruh penjuru kota.
Institut Demokrasi Israel, sebuah kelompok think-tank non-partisan, telah mengecam RUU tersebut. Salah satu pejabat badan pengamat itu menuduh politisi sayap kiri Israel secara berbahaya menggunakan masalah tersebut untuk mendapatkan poin-poin politik dengan cara meningkatkan kualitas hidup pemukim ilegal Yahudi.
Israel menjajah Tepi Barat dan Jerusalem Timur sejak Perang Timur Tengah pada tahun 1967. Warga Palestina telah meminta wilayah mereka dan Gaza Strip menjadi sebuah negara tetapi perundingan damai telah buntu sejak 2014.*/Nashirul Haq AR