Hidayatullah.com– Namanya, Irtefa Binti Farid, seorang siswa kelas dua di SMU Albemarle. Untuk kebanyakan orang, siswa SMU ini sesuatu yang luar biasa. Dalam berbicara dengannya, nyata, baginya, keimanan memainkan tugas penting.
Layaknya siswi SMU lain, ia sebagaimana anak-anak remaja. Kecuali, jilbab di atas kepala yang dia kenalan. Namun justru jilab itulah yang menjadi bagian dari ceritanya ini.
Jika kamu adalah seorang siswa Muslim dari dari Bangladesh yang tiba di Amerika baru dua bulan setelah serangan 11 September, apa yang akan kamu lakukan?
Kala itu, Irtefa, menulis sebuah surat tentang kebebasan beragama di Amerika. "Sewaktu saya memikirkannya, saya berpikir akan lebih baik untuk menulis tentang itu karena menolong saya memilih perasaan saya juga," kata Irtefa.
Irtefa, menggambarkan sendiri pesan-pesannya, "Kebebasan Agama: Hak Saya, Tanggung Jawab Saya."
"Saya pikir bahwa penting memberitahu banyak orang, bahwa meskipun penggambaran secara rasial sudah terjadi; saya dapat berlatih menggambarkan agama saya," tambahnya.
Atas tulisannya itu, Irtefa akhirnya dihadiahi pujian ’Exellence’ dari America's First Freedom, organisasi non-profit yang berpangkalan di Richmond.
Penulis beliau ini mengatakan sangat mengagumi neneknya. Yang memperkenalkan agama sejak awal.
"Sebelum saya datang ke sini, saya sangat tidak taat beragama.Sesudah pindah, segalanya berganti begitu cepat. Saya mesti berpegang pada sesuatu, dan bahwa ketika saya memperhatikan agama saya, mempelajarinya dan makin mengerti lebih banyak," ujarnya.
Tulisan Irtefa lain berjudul. "Christopher Columbus: Pahlawan Tidak Sempurna," juga memenangkan juara pertama dari the Daughters of the American Revolution (DAR), sebuah organisasi wanita AS yang memiliki jaringan sampai di lima puluh Negara bagian AS. Termasuk di Bahama, Bermuda, Kanada, Perancis, Jerman, Jepang, Meksiko, Spanyol, dan Inggris.
Lahir dan dibesarkan di Bangladeshh, Irtefa mengenal betul penderitaan orangtua dan masyarakat di sekelilinnya. Karena itu, gadis berjilbab ini bercita-cita menjadi seorang dokter anak dan berharap bisa mengabdi di sebuah rumah sakit.
Harapannya, ia bisa segera kembali menjadi seorang dokter di negerinya dan ingin memenuhi impiannya untuk membuat anak lain bisa tersenyum dan memahami kecantikan isi dunia.[cha, berbagai sumber/hidayatullah.com]