Sambungan dari kisah kedua
SORE itu, Mushalla Al-Mu’minun di Jl Karet Karya III, Karet, Setia Budi, Jakarta Selatan, tampak sepi. Di sampingnya pas berdiri rumah Ustadz Syafi’i, Imam Mushalla.
Seorang wanita berjilbab di rumah itu mengatakan, sang ustadz sedang tidak di rumah. “Lagi keluar isi pengajian, enggak tahu dimana,” ujarnya saat ditanya hidayatullah.com.
Wanita lainnya di situ, tak berjilbab, bercerita kepada media ini, Ustadz Syafi’i belakangan lagi menghindari wartawan. Selain capek, juga karena pemberitaan tentang jenazah Hindun banyak dipelintir media.
Sementara, Ketua RW setempat, Ishaq, saat disambangi rumahnya, juga sedang tidak di tempat. “Lagi ke Semplak, Bogor,” terang sepasang suami-istri muda di rumah itu.
Berdasarkan bincang-bincang dengan warga di sekitar Jl Karet Karya III itu, pasca masifnya pemberitaan soal jenazah Hindun, keluarga Hindun dipandang berbeda dari biasanya.
Setelah wafatnya Hindun, Selasa (07/03/2017) lalu, berbagai media arus utama (mainstream) dan pengguna media sosial, ramai menyebut-nyebut jenazah almarhumah itu ditolak untuk dishalatkan di Mushalla Al-Mu’minun oleh Ustadz Syafi’i.
Alasannya, menurut pemberitaan, karena Hindun mencoblos pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahok-Djarot Saiful Hidayat pada Pilkada DKI putaran pertama, Rabu (15/02/2017) lalu.
Pilihan Hindun yang seharusnya rahasia itu bisa ditahu khalayak. Sebab, saat ia mencoblos di rumahnya -bukan di TPS karena faktor kesehatannya, warga lain kabarnya turut menyaksikan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun hidayatullah.com, warga setempat juga mengurus dan menshalatkan jenazah Hindun di rumah duka. Bahkan, jenazah diantar ke Taman Pemakaman Umum (TPU) Menteng Pulo di Jl Casablanca pakai mobil ambulans dari Partai Gerindra –yang mengusung cagub-cawagub Anies Baswedan-Sandiaga Uno di Pilkada DKI Jakarta 2017.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Iwan Kurniawan menegaskan, tidak ada penolakan warga untuk menshalatkan di Mushalla Al-Mu’minun nenek yang wafat pada usia ke-78 itu. Namun Sunengsih alias Neneng (47), putri bungsu Hindun, menyampaikan keterangan berbeda. Keterangan Neneng kepada wartawan itu dirasa memojokkan warga.
Rupanya, masifnya pemberitaan yang memojokkan warga sekitar termasuk Ustadz Syafi’i –sebagian sumber berita dari Neneng– itu diungkap warga berdampak negatif atas masyarakat sekitar dan keluarga Hindun.
Dampak pemberitaan itu, “Lingkungan jadi tidak kondusif,” ungkap Pak Polisi yang “berjaga” di warung Hindun tadi. Misalnya, terjadi kerenggangan hubungan antara keluarga Hindun dengan Ustadz Syafi’i. Padahal, ia akui selama ini baik-baik saja.
Aparat yang mengaku berdinas di kepolisian sejak tahun 1990 ini pun menasihati hidayatullah.com agar tak lagi mewawancarai anak-anak Hindun. “Keluarga merasa letih, capek,” ujarnya, seraya mengatakan, banyak pemberitaan yang berbeda dan “tidak sesuai yang diinginkan.”
Sepulang dari Karet, media ini melintasi TPU Menteng Pulo. Suasana permakaman sore itu tampak sepi. Di makamnya, almarhumah Hindun tentu tak menggubris berita-berita dari media manapun seputar kematiannya.*