Pindah ke INABAH
Pada tahun 90-an, reputasi Inabah begitu tersiar. Lokasinya tersebar di beberapa kota di Indonesia. Pada salah satu lokasi Inabah, Mamat dikarantina selama tiga bulan.
Ia menjalani salah satu metode pensucian melalui mandi. Sebagai pencuci hadas besar, mandi menjadi metode manjur. Begitu ketagihan, pemakai langsung dimandikan lalu menjalankan ibadah shalat dan zikir
“Waktu SMP saya sempat nonton di TVRI penyuluhan tentang bahaya narkoba. Untuk penyembuhannya, ada pasien menggigil kedinginan, dimandikan. Tapi, saya heran juga, kok bisa kayak gitu karena saya nggak sampai seperti itu,”tukasnya.
Belakangan, Mamat menyadari jika sakau yang sampai batas menggigil tersebut ternyata sudah mencapai dosis tinggi.
Sejak akrab dengan Putau, Mamat sulit melepaskan diri. Menurutnya, ketika sedang sakau tapi tidak langsung mengkonsumsinya, badan akan menggigil.
Metode Inabah dinilai manjur. Hanya dalam tempo tiga bulan, Mamat sembuh. Ia bisa kembali ke kampus dan menyelesaikan ujian sidang. Namun, kesembuhan itu tak membuatnya jera lagi. Sembari menunggu panggilan kerja, Ia iseng memakai Putau lagi. Seperti lingkaran setan yang tak berkesudahan, jeratan Putau kembali melesakkan Mamat semakin dalam.
Pengurus Inabah menerimanya kembali dengan tangan terbuka.
“Ada sekitar tujuh sampai delapan kali saya bolak-balik ke Inabah. Saya pikir sudah kenal baik dengan pemilik Inabah di sana. Saya underestimate, gampang lah, sembuhnya cepet,”katanya.
Racun yang ada ditubuh Mamat sudah bersih. Tapi, secara sugesti Ia masih sangat tergiur untuk kembali merasakannya.
“Ya, gimana sih rasanya kita sudah pernah nyicip yang enak, pasti masih keingetan terus,”tukasnya.
Sampai pada suatu ketika Ia merasa lelah dengan hidupnya. Rumah tangganya yang telah dibina selama belasan tahun, terancam bubar. Kariernya amburadul karena Ia tidak bisa konsentrasi bekerja.
Pada suatu siang, bersama sang Ayah, Mamat mencari keberadaan sebuah lembaga rehabilitasi di bilangan Jakarta Selatan. Mamat tertarik berobat ke sana setelah mendengar kabar kesembuhan temannya.
Program yang memadukan pekerjaan fisik dengan spiritual, efektif menyembuhkan korban dari ketergantungan narkotika.
Kurikulum unik dibuat sedemikian rupa agar mereka bisa mempelajari berbagai hal seperti manajemen, olahraga, hortikultura dan kesenian.
“Di sana menekankan Therapeutic Community, komunitas yang menterapi. Sistem membuat kami lebih disiplin beribadah dan bekerja,”jelasnya.
Di tempat ini, menjalani terapi selama setahun. Selama setahun pula ia tinggal di dalam lingkungan panti rehabilitasi. Tidak boleh ada alat komunikasi seperti HP. Namun dengan cara itu hampir 80 persen pasien sembuh dari ketergantungan obat.
Mamat menambahkan, setiap hari ada jadwal bercerita diantara peserta. Para peserta dimotivasi untuk menumpahkan keluh kesahnya dengan bimbingan seorang mentor. Cerita masa lalu dan strategi meraih masa depan yang lebih baik, terungkap pada sesi itu.
Berangsur-angsur Mamat mulai bisa shalat tepat waktu, bahkan bisa menjalani puasa Ramadan.
Lebih bermakna
Sejak itu (2003) sampai Ramadhan tahun ini, Mamat berhasil menamatkan sebulan penuh berpuasa.
Mamat-pun bercerita tentang teman-temannya yang meninggal akibat over dosis. Ada diantara mereka yang tidak jera untuk memakai narkoba lagi paska keluar dari panti rehabilitasi. Hingga kini, masih ada saja tersiar kabar kematian temannya.
Saat ini hidup Mamat terasa lebih bermakna. Di luar peranannya sebagai direktur sebuah konsultan keuangan, Mamat juga aktif mengadakan penyuluhan bagi masyarakat untuk menjauhi narkoba.
Bersama teman-temannya, Mamat tidak pelit berbagi kisah hidupnya. Ia selalu memotivasi anak muda untuk tidak sekali-kali mencoba Narkoba. Sebab menjauh dari Narkoba, hidup akan lebih bermakna, katanya.
“Dari Narkoba bisa merambat ke free sex, HIV-AIDS, kriminalitas tinggi serta kematian,”ucapnya tandas.*