Sambungan dari kisah kedua
MENYUSURI Kota Pisa, Itali, bagaikan pusaran besar air yang mengitari satu sumber utamanya, yang di Kota Pisa dikenal dengan Menara Pisa.
Menara dengan tinggi 55 meter dengan 7 lantai yang terlihat miring seakan menjadi ruh pariwisata kota yang berpenduduk sekitar 90 ribu jiwa ini.
Tak heran bila para wisatawan mengerucutkan pandangan hanya ke arah menara miring ini yang dikawal dengan 2 ‘adiknya’, gedung Baptistery dan The Cathedral.
Namun dari semua pemandangan yang mengapit sang “tokoh utama”, sebuah “warung” dengan judul yang biasa saja mampu menarik perhatian penulis; “Halal Food and Kebab”.
Baca juga: Membelah Benua Biru, Menuju “The Dome of The World”
Menarik karena, “warung” ini berada di kota dengan wisatawan yang tidak terlalu mencari makanan halal, sebab mereka tak berniat untuk berlama-lama di Pisa, menghindari biaya tinggal yang mahal.
“Pemilik restoran ini adalah saudara saya dan dia memiliki perspektif bisnis yang cenderung berbeda,” terang manajer restoran, Muhammad Abdullah Muslim. Pria Bangladesh ini mengakui bahwa membuka bisnis kuliner dengan label agama bukanlah pilihan populer di Pisa.
“Banyak wisatawan yang mencibir hingga menghindari restoran ini karena pemiliknya pasti seorang Muslim,” tambahnya kepada penulis.
“Pilihan kami memang beda, tapi perbedaan kami karena agama dan kami tak takut berbeda karena sebab agama,” pungkasnya tegas.* Bersambung/Diceritakan untuk hidayatullah.com oleh Naspi Arsyad–Suharsono, peneliti LSIPP, penulis buku “The Dome of The World”