BELUM hilang dari ingatan kita tentang pengeboman di Paris, beberapa waktu yang lalu, giliran Brussels, ibukota Belgia yang diguncang bom. Namun yang pernah kita lihat selalu akibatnya. Pernahkah terpikir sedikit kenapa ada orang yang menciptakan bahan peledak? Apa sih, tujuannya menciptakan benda berbahaya seperti ini?
Dinamit adalah Alat Pertambangan
Tahukah Anda penghargaan bergengsi Nobel Prize Award yang memberikan penghargaan kepada mereka yang berjasa di bidang kimia, fisika, literatur, kedokteran, bahkan perdamaian dunia ini dimulai dari seorang penemu dinamit? Penghargaan ini diberikan atas wasiat Alfred Nobel, yang ditulis setelah dirinya kaget bukan kepalang saat membaca obituari dirinya sendiri di sebuah koran, yang rupanya salah menerima kabar. Yang meninggal sesungguhnya adalah saudara laki-laki Alfred, Ludwig. Obituari yang berjudul The Merchant of Death has Die (Saudagar Kematian Telah Tiada) tersebut mendorongnya untuk menulis wasiat sedekimian rupa, agar dirinya tidak hanya meninggalkan benda berbahaya pengambil banyak nyawa kelak.
Atas wasiatnya, bahwa aset yang tersisa setelah dirinya membagikan beberapa harta bendanya kepada kerabatnya, harus diberikan kepada mereka yang telah berjasa memberikan kontribusi paling luar biasa kepada umat manusia. Kategori-kategori penghargaan tersebut juga disebutkan dalam wasiatnya, yang selengkapnya dapat dibaca di situs Nobel Prize.
Kini saat dirinya telah berpulang, Nobel lebih dikenal sebagai pria yang namanya tersemat di penghargaan termahsyur, namun di masa hidupnya, Nobel identik dengan kematian. Salah satu julukannya yang paling ternama adalah The Merchant of Death, atau Saudagar Kematian. Semua itu karena penemuan-penemuannya di bidang ledakan.
Nobel sendiri tidak asing dengan teknologi perang, karena ayahnya berbisnis senjata. Namun pertemuan Nobel dengan bahan peledak dimulai saat dirinya bersekolah di Paris. Nobel muda bertemu dengan Ascanio Sobrero, penemu Italia yang menemukan nitroglycerine, bahan peledak cair yang sangat tidak stabil pada 1847. Setelah perang usai dan bisnis ayahnya kolaps, Nobel mendedikasikan hidupnya untuk menstabilkan nitroglycerine.
Pada 1863, Nobel sukses meledakkan nitroglycerine dari jarak jauh dengan menggunakan sumbu dari bubuk mesiu. Dua tahun kemudian, Nobel juga berhasil menemukan detonator dari fulminated merkuri, sebuah penemuan berarti dalam teknologi peledakan, yang mendorongnya membuka pabrik bahan peledak di Stockholm, Hamburg, New York, dan California.
Pada 1864, sebuah insiden mendorongnya untuk menciptakan peledak yang lebih mudah dikendalikan. Sebuah ledakan terjadi di salah satu pabriknya, menewaskan beberapa orang pekerja, serta adik Alfred, Emil. Dua tahun kemudian, Nobel menemukan peledak berbentuk pasta dari nitroglycerine dan serbuk gergaji, yang dapat disimpan dalam sebuah tabung, dan tidak akan meledak sebelum dipicu. Dia menyebut peledak ini sebagai dinamit, diambil dari bahasa Yunani ‘dunamis’ yang berarti ‘kekuatan.’
Jauh sebelum digunakan sebagai alat perang, dinamit diproduksi bebas oleh Nobel di pabriknya dan dijual kepada perusahaan tambang. Dinamit tidak hanya ‘aman’ namun juga cukup kuat untuk menghancurkan batu, dan hal ini sangat membantu industri pertambangan. Perusahaan kereta api juga menggunakan dinamit untuk melubangi batu-batu besar dan gunung guna membangun terowongan.
Adalah militer yang pertama kali menggunakan peledak ini dalam Franco-German War (Perang Prancis – Jerman) pada 1870, pertama kali oleh Jerman, yang kemudian dibalas oleh Perancis. Hal ini membuat gusar Nobel, karena dirinya menciptakan dinamit pertama kali juga didorong oleh kepergian adiknya. Dasar penghargan Nobel Peace Prize dicantumkan oleh Nobel di wasiatnya karena didorong rasa gusar tersebut.*/Tika Af’idah, dari berbagai sumber