Hidayatullah.com– Terkait Pancasila sebagai dasar negara, para ulama dan cendekiawan Muslim didorong perlu pro-aktif memberi spirit dan penafsiran otentik (murni) sesuai pemahaman tokoh Islam yang merumuskannya.
“Ketuhanan Yang Maha Esa, misalnya, harus dimaknai tauhid dalam Islam sebagaimana ditegaskan oleh KH Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusuma, KH Abdul Kahar Muzakkir ketika mereka menerima perubahan tujuh kata dalam Piagam Jakarta,” kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat (DPP) Hidayatullah, Nashirul Haq.
Demikian disampaikannya saat mengisi materi dalam Workshop “Pengembangan Pendidikan Bela Negara di Pesantren” gelaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Kementerian Agama Republik Indonesia (Puslitbang Kemenag RI) di Makassar, Sulawesi Selatan, baru-baru ini.
Ia menerangkan, beberapa kata kunci di dalam naskah Pancasila seperti Adil, Beradab, Hikmat, Permusyawaratan dan Perwakilan adalah istilah yang berasal dari Islam sehingga perlu diberi tafsiran dan muatan yang tepat.
Selain itu, Nashirul menilai ajaran jihad yang dikaji dalam kitab-kitab klasik di pesantren butuh kontekstualisasi.
Jihad menurutnya harus dimaknai secara luas, komprehensif dan kontekstual. Tidak boleh serampangan.
Beberapa bentuk jihad dapat diprioritaskan berdasarkan kondisi dan kebutuhan, tukasnya.
“Dalam konteks pesantren misalnya, jihadun nafsi yang meliputi jihad mempelajari ajaran Islam, mengamalkan, dan mendakwahkannya merupakan prioritas utama,” ujarnya.*