Hidayatullah.com– Pemerintah mengambil sikap atas polemik yang mencuat setelah terbitnya Peraturan Presiden RI (Perpres) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA).
Perpres ini menuai banyak sorotan. Sejumlah pihak menilai Perpres Nomor 20 Tahun 2018 malah mempermudah masuknya tenaga kerja asing.
Menurut Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker), Hanif Dhakiri, tujuan terbitnya Perpres itu untuk meningkatkan lapangan pekerjaan melalui perbaikan iklim investasi.
“Kita memperbaiki iklim investasi agar investasi terus meningkat sehingga penciptaan lapangan kerja juga meningkat. Kita juga pastikan prosedur penggunaan tenaga kerja menjadi cepat dan efisien. Penyerdanaan izin ini tidak serta merta menghilangkan syarat kualitatif perijinan TKA,” ujar Hanif dalam diskusi ‘Perpres 20/2018: Kepastian Izin TKA dan Perbaikan Iklim Investasi di Indonesia’, di Kementerian Kominfo Jakarta, Senin (23/04/2018) rilis Biro Humas Kemnaker.
Baca: Jokowi Didesak Segera Cabut Perpres Penggunaan Tenaga Kerja Asing
Hanif meminta masyarakat tidak perlu terlalu khawatir, karena menurutnya, Perpres TKA ini hanya mengatur atau menyederhanakan prosedur dari birokrasi perizinan TKA. Menurutnya, dalam aturan terbaru, prosedur mekanisne perizinan menjadi lebih cepat, tanpa menghilangkan prinsip-prinsip penggunaan TKA yang selektif.
“Kalau izin bisa keluar sehari kenapa harus nunggu seminggu atau sebulan?” ujar Hanif.
Menurut Hanif, dengan lebih mudahnya proses perizinan TKA tidak melonggarkan syarat masuk TKA di Indonesia.
“Syarat kualitatif tetap ada, misalnya TKA yang masuk harus dari isi pendidikan, cuma boleh jabatan tertentu, membayar dana kompensasi hingga batas waktu kerja tertentu. Jadi tetap ada syarat kualitatif yang diterapkan kepada TKA,” tutur Hanif.
Baca: Perpres Permudah Tenaga Kerja Asing Dinilai Pinggirkan Pekerja Lokal
Dengan adanya Perpres ini, menurut Hanif jumlah TKA di Indonesia tidak akan bertambah. TKA yang masuk akan tetap ditolak bila tidak sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
“Dengan Perpres baru, jumlah TKA tidak akan bertambah, hanya mempermudah izin. TKA tetap akan ditolak kalau tidak sesuai prosedur dan tidak memenuhi syarat-syarat tertentu tadi,” ujar Hanif.
Disebutkan, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan, izin kerja bagi Tenaga Kerja Asing yang masih berlaku hingga akhir 2017 sekitar 85.974 orang pekerja. Setahun sebelumnya sebesar 80.375 dan tahun 2015 sebanyak 77.149 pekerja. Dengan perbandingan jumlah penduduk Indonesia sebanyak 263 juta dan jumlah izin kerja TKA sebanyak 85.974, maka disebut jumlah TKA di Indonesia masih tergolong rendah.
Baca: Jokowi Terbitkan Perpres Tenaga Kerja Asing, ASPEK: Rakyat akan Jadi Penonton
“Bandingkan dengan Singapura, sebanyak seperlima penduduknya negeri Singa tersebut merupakan TKA. Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) TKA hampir sama dengan jumlah penduduknya,” menurut Hanif.
Dalam kesempatan ini, Hanif juga mengungkapkan data Pekerja Migran Indonesia (PMI) dari World Bank dan BPS.
“Jumlah TKI kita ini besar, 9 juta yang tersebar 55 persen ada di Malaysia, 13 persen ada di Saudi Arabia, 10 persen di China Taipei. Lalu lapangan kerja gimana? Janjinya 10 juta selama 5 tahun, jadi pertahunnya 2 juta penempatan tenaga kerja. Ini telah tercapai, bahkan jumlahnya melebihi target,” klaim Hanif.
Baca: Fadli Zon: Perpres Penggunaan Tenaga Kerja Asing Salah Arah
Menurut Hanif terbitnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018 tentang penggunaan TKA itu tak akan berdampak atau berimbas makin besarnya jumlah TKA di Indonesia. “Pasti tidak, karena (Perpres Nomor 20) hanya mempercepat proses izinnya penggunaan TKA menjadi lebih cepat dan efisien,” ujar Hanif.
Menurut Hanif kalau ada perusahaan yang mengajukan TKA sebagai pekerja kasar tetap ditolak oleh pemerintah. Apabila di lapangan ditemukan ada TKA sebagai pekerja kasar, maka hal tersebut masuk kategori pelanggaran. “Kalau pelanggaran jangan digeneralisir karena itu kasuistis. Jangan dipukul rata, harus diluruskan,” sebutnya.
Baca: DPR Nilai Pemerintah Tak Peka atas Kepentingan Tenaga Kerja Lokal
Hanif mengklaim, pemerintah hingga saat ini tak pernah membiarkan atau mengabaikan terjadinya berbagai bentuk pelanggaran di lapangan. Melalui pengawas tenaga kerja, pengawas imigrasi, polisi, dan pemerintah daerah, pemerintah diklaim selalu melakukan penindakan atas pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan TKA.
Terkait maraknya isu TKA yang kembali mencuat menyusul terbitnya Perpres Nomor 20 Tahun 2018, ia mengatakan, “Khawatir boleh, tapi jangan terlalu khawatir kalau terlalu khawatir jadi malah tidak rasional.”*