Hidayatullah.com–Lima wanita tewas ketika peluru menghantam tempat pernikahan di kota Hodeidah Yaman pada Hari Tahun Baru, kata para pejabat pada hari Sabtu (03/01/2021), lapor Middle East Eye (MEE). Peristiwa ini terjadi dua hari setelah 26 orang tewas dalam ledakan yang mengguncang bandara kota selatan Aden ketika anggota pemerintah yang baru terbentuk, turun dari pesawat dari Arab Saudi.
Pemerintah Yaman dan gerakan pemberontak al-Houthi (Hutsi) saling menyalahkan atas ledakan di kota pelabuhan itu. Aula pernikahan berada di dekat bandara Hodeidah, garis depan antara pihak yang bertikai, di tepi kota yang dikuasai pemberontak berafiliasi pada gerakan Syiah ini.
“Ledakan itu menghantam pintu masuk ke kompleks aula pernikahan,” kata seorang saksi mata kepada AFP.
Jenderal Sadek Douid, perwakilan pemerintah dalam komisi gabungan yang disponsori PBB mengawasi gencatan senjata, mengutuk ledakan Hodeidah. Ledakan juga menyebabkan tujuh orang terluka, termasuk anak-anak, yang disebut Sadek sebagai “kejahatan menjijikkan yang dilakukan oleh Houthi terhadap warga sipil.”
Gubernur Hodeidah yang ditunjuk Houthi, Mohammed Ayache, mengatakan di televisi gerakan Al-Masirah bahwa “kekuatan agresi tidak pernah ragu untuk menyalahkan orang lain atas kejahatan mereka”.
Pada 2015, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyerukan penyelidikan setelah lebih dari 130 orang tewas di sebuah pernikahan oleh dugaan serangan udara koalisi Saudi. Tahun 2018, setidaknya 20 orang tewas ketika sebuah pernikahan dilanda serangan lain yang disalahkan pada koalisi pimpinan Saudi.
Pasukan pemerintah yang didukung Saudi melancarkan serangan pada Juni 2018 untuk merebut kembali Hodeidah. Hodeidah adalah pintu masuk utama bantuan kemanusiaan ke Yaman yang dilanda kemiskinan, tetapi gencatan senjata sebagian telah dilaksanakan sejak Desember tahun itu.*