Hidayatullah.com— Sekitar 20 kelompok menggelar demonstrasi dengan berbagai tema, terkait nominasi Donald Trump menjadi calon presiden Partai Republik Selasa (19/07/2016).
Demonstrasi memuncak sejak Selasa sore di beberapa tempat di sekitar Quicken Loans yang menjadi arena utama Konvensi Nasional Partai Republik. Sedikitnya ada 20 kelompok yang menggelar demonstrasi dengan berbagai tema, yang tentunya bermuara pada setuju atau tidak dengan nominasi calon presiden Donald Trump.
Nicole Cababa dari Bayan USA – satu organisasi yang membawahi imigran Filipina di Amerika – mengatakan sudah saatnya warga yang tidak setuju dengan gagasan-gagasan berbahaya Donald Trump untuk bangkit dan bersuara.
”Kami berada disini untuk bergabung dengan kekuatan yang menentang Trump. Kita harus menghentikan agenda anti-imigran, anti-Muslim dan anti-pekerja. Partai Republik dengan mudah mengkambinghitamkan para imigran atas terjadinya krisis ekonomi ini, padahal faktanya kelompok kaya yang berjumlah 1% yang menguasai seluruh sumber daya di Amerika dan mereka tidak menyisakan apapun bagi kita,” ujar Nicole dikutip Voice of America.
Hal serupa disampaikan Danny Vittorio, imigran asal New Meksiko yang dibawa kedua orang tuanya pindah ke Amerika sejak ia masih berusia tiga tahun, dan James Stuart – mahasiswa di salah satu universitas di Ohio.
”Kami berada di sini untuk menunjukkan bahwa kami tidak bisa lagi mentolerir komentar-komentar rasis Donald Trump. Kami tidak ingin ini terus berlanjut dan berbuah menjadi aksi kekerasan. Apa kita bisa berharap hal ini akan berakhir jika Trump menjadi Presiden?,” ungkap Danny.
Sebelumnya, Menteri Luar Negeri Jerman juga angkat bicara soal Donald Trump, yang terpilih menjadi calon presiden Amerika Serikat dalam pemilu November mendatang.
Resmi jadi Capres, Donald Trump Tegaskan akan Menangkan Persaingan Duduki Kursi Presiden
Menurut Frank-Walter Steinmeier, seperti dikutip Reuters, Rabu (20/07/2016), kebijakan “politik ketakutan dan isolasi” Trump berbahaya bagi Amerika Serikat dan keamanan dunia. Dia mengaku prihatin atas sumpah Trump untuk “menjadikan Amerika kuat lagi” dan mengurangi keterlibatan di masyarakat internasional.
“Hal tersebut saling bertentangan dan membuat saya prihatin,” kata Steinmeier dalam perjalanan menuju Washington untuk menghadiri pertemuan dengan menteri luar negeri dan pertahanan dalam meninjau upaya koalisi AS melawan ISIS.
“Politik ketakutan dan isolasi hanya akan mengurangi keamanan, tidak lebih, dan berbahaya tidak hanya bagi Amerika Serikat, tapi bagi Eropa dan seluruh dunia,” lanjut Steinmeier dikutip CNN.
Steinmeier memang dikenal kerap mengkritik Trump atas pidato “America First” yang disampaikannya dan memuji Hillary Clinton yang menurutnya memiliki pengalaman sebagai ahli hubungan luar negeri.
Kalimat Trump, “America First”, pernah dikumandangkan pada tahun 1930-an oleh kaum menentang perang yang menginginkan AS mengisolasi diri dan tidak ikut serta dalam Perang Dunia II.*