Hidayatullah.com | KESEPAKATAN Presiden AS Donald Trump dengan ‘Israel’, UEA dan Bahrain telah memfasilitasi tumbuhnya minat pada peluang minyak di Laut Mediterania timur. Pekan ini, Turki telah melanjutkan eksplorasi ladang minyak di sekitar Siprus, menuai kritik dari Yunani dan Persatuan Eropa lapor Al Bawaba.
Sementara itu, sebuah perusahaan AS, Chevron, membeli perusahaan kecil dengan kepentingan untuk ladang minyak di perairan Palestina yang dijajah Zionis. Hingga baru-baru ini, perusahaan-perusahaan minyak besar menghindari Mediterania timur karena anggapan terbatasnya potensi cadangan minyak dan situasi geopolitik yang kompleks.
Namun, janji hubungan yang lebih kuat antara AS dan Arab Saudi, jika Riyadh berkomitmen untuk melakukan perjanjian seperti Bahrain dan UEA yang menormalisasi hubungan dengan ‘Israel’, telah memberanikan beberapa pihak untuk mengeksploitasi ladang minyak dengan bebas, tanpa takut terhadap negara-negara Teluk yang marah.
Dalam beberapa minggu terakhir Chevron telah melampaui Exxon Mobil dalam menjadi perusahaan minyak Amerika terbesar berdasarkan nilai pasar. Persetujuan Abraham atau Abraham Accord, yang telah membeli normalisasi hubungan antara ‘Israel’ dan dua negara Teluk, Bahrain dan UEA, menandai awal baru dalam hubungan AS dan GCC, dan ini telah memungkinkan perusahaan AS untuk maju ke Mediterania timur.
Total, Delek dan Royal Duth Shell telah terlibat dalam eksplorasi ladang minyak dan gas di perairan lepas Libanon dan Mesir. Namun, kekhawatiran meningkat bahwa kemenangan Partai Demokrat dalam pemilihan AS mendatang dapat mengganggu eksploitasi minyak di daerah tersebut.
Sebuah laporan baru-baru ini oleh S&P Global Platts menunjukkan bahwa kemenangan Biden akan mengasingkan hubungan dengan Arab Saudi dan memaksa kerajaan untuk menegaskan kembali pangsa pasarnya dari rantai pasokan minyak. Biden mengatakan bahwa dia ingin membangun kredensial hijau dari Demokrat dan menantang Arab Saudi atas keterlibatan mereka dalam perang di Yaman, yang terus membunuh warga sipil dengan senjata yang dijual oleh AS dan Inggris.
Eksplorasi ladang minyak potensial di Mediterania timur menunjukkan efek lebih lanjut dari Persetujuan Abraham. Sejak awal, ini dipandang sebagai peluang bagi perusahaan AS dan ‘Israel’ untuk menjual senjata dan teknologi ke UEA dan Bahrain, tetapi sekarang tampaknya raksasa minyak, seperti Chevron, mendapat untung dari kesepakatan yang berdampak buruk pada perjuangan Palestina.
Minggu ini, rencana baru terungkap untuk pembangunan 1.313 unit di tanah Palestina yang diduduki di Tepi Barat, bukti lebih lanjut bahwa Netanyahu akan melanjutkan aneksasi sebagian besar wilayah Palestina.* Artikel dimuat di laman Albawaba