Kamis, 8 September 2005
Hidayatullah.com–Pemerintah tidak akan membuka hubungan diplomatik dengan Israel selama masalah Palestina belum terselesaikan. Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda menegaskan hal tersebut kepada para wartawan di Jakarta, kemarin.
"Mereka juga tahu bahwa selama ini sikap kita jelas, yaitu kita ingin penyelesaian Palestina. Selama situasi itu belum tercapai, kita tidak akan buka hubungan diplomatik (dengan Israel)," kata Menlu saat ditanyakan tanggapan pemerintah seandainya negara Yahudi itu meminta membuka hubungan diplomatik dengan RI.
"Jadi sikap pemerintah sangat jelas dan Israel juga tahu itu," tambahnya.
Sebagaimana diberitakan kantor berita AP, Selasa (6/9), jubir Kementerian Luar Negeri Israel Mark Regev mengatakan Israel baru-baru ini mengirim surat kepada pemerintah Indonesia yang isinya permintaan untuk membuka hubungan diplomatik. Surat tersebut disampaikan negara Yahudi itu melalui pihak ketiga karena Indonesia dan Israel hingga kini tidak memiliki hubungan diplomatik.
Menanggapi pernyataan Regev, Menlu mengaku hingga kini dia belum menerima surat semacam itu. Namun, mengingat kedua negara tidak memiliki hubungan diplomatik, Menlu yakin Israel tahu mereka tidak bisa melakukan komunikasi resmi, termasuk lewat surat-menyurat seperti itu.
"Kita tidak punya hubungan diplomatik. Karena itu, Israel pasti tahu bahwa komunikasi resmi termasuk melalui surat bukan sesuatu yang akan mereka lakukan," jelas Menlu.
Pemerintah berharap, melalui proses perdamaian, negara Palestina merdeka akan berdiri di tanah airnya dan hidup berdampingan secara damai dan aman dengan Israel, kata Hassan.
Kontak negeri muslim
Setelah melepaskan Jalur Gaza, Israel mulai giat menggalang hubungan dengan negara-negara Arab dan muslim, termasuk dengan Indonesia sebagai negara muslim terbesar di dunia dan dikenal sebagai pendukung utama kemerdekaan Palestina.
Saat ini, negeri Yahudi menjajaki hubungan dengan Tunisia. Sejumlah pejabat Israel telah berada di sana untuk merencanakan kunjungan tingkat tinggi.
Selain itu, menurut para pejabat Israel, Presiden Mesir Hosni Mubarak juga akan berkunjung ke negeri mereka 10 November. Mubarak akan menghadiri peringatan 10 tahun terbunuhnya PM Yitzhak Rabin.
Namun, seorang jubir Mubarak, Suleiman Awad, mengatakan Mubarak tidak punya rencana keluar negeri sampai akhir 2005.
"Saya bisa pastikan bahwa Presiden tidak punya rencana ke luar dari Mesir sampai akhir tahun ini," tegasnya.
Pemimpin Mesir itu terakhir kali berkunjung ke Israel pada 1995 saat menghadiri pemakaman Rabin.
Para pejabat Israel menilai rencana kunjungan presiden Mesir itu sebagai pesan ke negara Arab dan muslim lainnya bahwa Israel harus mendapat penghargaan karena telah mengosongkan 21 permukimannya di Jalur Gaza dan empat di Tepi Barat.
Bulan lalu, Israel juga mulai menjalin kontak dengan Pakistan dengan mengadakan sebuah pertemuan di Turki. Mereka pun berencana menghidupkan hubungan dengan Maroko, Oman, Qatar, dan Malaysia.
Saat ini hanya Mesir, Yordania, Mauritania, dan bekas republik Soviet di Asia yang memiliki hubungan diplomatik penuh dengan Israel.
Menanggapi langkah Israel itu, kepala juru runding Palestina, Saeb Erakat mengingatkan Israel harus membuat perdamaian dulu dengan Palestina bila menginginkan hubungan diplomatik penuh dengan negara-negara Arab dan dunia muslim.
"Bila kita telah berdamai, bila pendudukan telah berakhir, dan bila negara Palestina telah berdiri, Israel akan memiliki hubungan normal," kata Erakat.
Dia juga mendesak negara-negara muslim untuk membekukan hubungan dengan Israel sampai perdamaian tercapai. (media indonesia)